SIANTAR, SENTERNEWS
Sidang kasus pembunuhan Mutia Pratiwi alias Sela (26) yang mayatnya dibuang ke Tanah Karo kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Kota Siantar, mengungkap berbagai dinamika cukup mengejutkan, Senin (30/6/2025).
Sidang dipimpin Majelis Hakim Ketua Leoni Manullang dengan menghadirkan pelaku utama Frisco Johan (36) alias Jo, untuk mendengar keterangan empat pelaku yang juga dijadikan sebagai terdakwa. Masing-masing, Jefry Hendrik, Hendra (Keduanya oknum Polisi), Sahrul, Eswandy dan Iwan Bagong.
Saat Majelis Hakim Ketua Leoni Manullang mempertanyakan kronologi kasus pembunuhan kepada Iwan Bagong, terungkap bahwa sebelum mayat diangkut dari rumah tersangka utama di Jalan Merdeka No 341, Kota Siantar, Senin 20/1/2024), para terdakwa lebih dulu melakukan doa bersama.
“Siapa yang memimpin doa? ” tanya Majelis Hakim dan Iwan Bagong menyatakan doa dipimpin Syahrul sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Bahkan, Jo turut berdoa agar pekerjaan membuang mayat berlangsung sesuai rencana atau tanpa hambatan.
Setelah doa selesai, mayat dalam tas besar diangkut ke mobil Daihatsu Xenia BK 1784 WU untuk dibuang ke jurang desa Doulo, Kabupaten Karo dan akhirnya ditemukan petugas kebersihan, Rabu, (24/10/2024).
Saat Majelis Hakim mempertanyakan bagaimana Iwan Bagong dan temannya P Silaban (DPO) membuang mayat yang sudah dibungkus tersebut, Iwan Bagong mengatakan, “Saya letakkan di pinggir jurang dengan sopan yang mulia, ” jawab Iwan Bagong
Menanggapi pernyataan itu, Majelis Hakim menyatakan, “Manis kali bibirmu mengatakan diletakkan dengan sopan. Tidak ada gunanya mayat diletakkan dengan sopan karena membuang mayat itu perbuatan tidak benar,”
Bahkan, majelis Hakim bertanya kalau mayat yang dibuang itu anggota keluarga terdakwa dibuang, bagaimana perasaan terdakwa . Lantas terdakwa menyatakan, “Siap salah, “.
Hal lain yang terungkap, hasil dari membuang mayat korban itu, Iwan Bagong dan temannya P Silaban memperoleh uang Rp100 juta dari pelaku utama Jo.
“Uang 100 juta itu, untuk Silaban 50 juta, untuk saya 40 juta dan 10 juta lagi untuk Edi yang memberi pekerjaan, ” kata Iwan Bagong lagi.
Edi membenarkan menerima uang Rp10 juta itu meski awalnya mengaku menolak. Tapi karena disebut uang pribadi Iwan Bagong, akhirnya diterima apalagi saat itu, Edi mengaku butuh uang.
Hal lain yang terungkap, soal keterlibatan Jefri Hendri dan Hendra yang saat kejadian masih berstatus polisi aktif. “Kenapa kalian justru membantu pembuangan mayat Sela itu? Bukannya melapor kepada atasan? ” cela Majelis hakim.
Jefri Hendri mengaku tidak melapor kepada atasannya karena merasa terancam. Mengaku ter ancama karena Jo sempat bertanya tentang kabar istrinya. “Sehatnya kakak bang? Itu kata Jo,” ujar Jefri mengaku itu sebagai suatu ancaman.
Sedangkan Hendra mengaku tidak melapor karena merasa tertekan. “Waktu kami lewat dari depan Polres, saya bilang supaya melapor saja. Tapi, Jo mengatakan tidak mau ditahan” katanya.
Majelis hakim sangat menyesalkan sikap kedua Polisi yang harusnya melaporkan kasus pembunuhan itu.Bukan malah membantu Jo untuk membuang mayat Sela yang akhirnya terungkap dan kedua polisi itu akhirnya turut terlibat kasus pembunuhan dimaksud.
Sekedar informasi, terdakwa Joe Frisco membunuh kekasihnya Sela dengan keji setelah melakukan hubungan suami istri di rumahnya pelaku utama. Selanjutnya, mayat korban yang kondisinya mengenaskan itu dibuang menggunakan ke Tanah Karo. Dibantu para terdakwa. (In)