SIANTAR, SENTER NEWS
Djumsadi, mantan Asisten I Pemko Siantar menyatakan, untuk mengantisipasi kesemrautan lalulintas di Jalan Sutomo dan Jalan Merdeka Kota Siantar, Pemko Siantar harus menyiapkan terminal penampunggan sementara di setiap perbatasan kota. Sehingga, angkutan pedesaan dari Kabupaten Simalungun tidak masuk kota.
“Dulu sekitar tahun 1999 masa pemerintahan Wali Kota Bapak Abu Hanifah, Pemko ada menyiapkan tanah untuk terminal pembantu di samping Polsek Siantar Marihat, Jalan Besar Raya,” ujar pegawai yang bertugas selama 27 tahun di Pemko Siantar itu, Rabu (1/2/2023).
Lebih lanjut, dijelaskan, kalau ingin melihat dari sisi kebaikan untuk kota Siantar, Pemko harus dapat membatasi masuknya angkutan pedesaan dari luar Kota Siantar itu. Namun, hal tersebut terlepas dari biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk menyambung angkutan dua kali supaya sampai ke inti kota.
Terpisah, salah seorang pengusaha angkutana kota CV Sinar Siantar berinisial IS meminta Pemko Siantar segera mengatur keberadaan angkutan perdesaan dan perkotaan. Sehingga, bisa berbagi penumpang.
Masalahnya, masuknya angkutan pedesaan ke kota Siantar sangat berimbas terhadap sepinya penumpang. “Karena maraknya angkutan desa langsung mengantar sewa ke inti kota. Kita jadi kehilangan penumpang. Apa ada di balik ini? Tidak dapat menginterfensi. Kami merasa dirugikan,” ujarnya.
Apabila Pemko melarang angkutan pedesaan masuk ke inti kota, harusnya peraturan yang berlaku harus ditegakkan dengan tegas. “Mungkin sebaliknya apa bila angkutan kota masuk ke pedasaan pasti juga tidak terima, “ ujarnya lagi.
Sebelumnya, soal kesemrautan lalulintas perkotaan akibat masuknya angkutan pedesaan itu dibenarkan Kabid Dinas Perhubunggan Angkutan Darat, Sarifuddin Saragih didampingi Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas dan angkutan jalan, Tohom Lumbangaol.
“Angkutan pedesaan dilarang masuk ke inti kota karena tidak ada izin trayek. Artinya tidak ada izin dari Pemko angkutan pedesaaan masuk ke inti kota,” ujar Tohom Lumbangaol beberapa hari lalu. ( Jr)