SIANTAR, SENTER NEWS
Terkait adanya “perseteruan” DPRD Siantar dengan Wali Kota Siantar, diminta untuk saling menahan diri dan tidak justru mengundang kekisruhan. Apalagi saat ini sudah memasuki tahun politik.
Pernyataan itu disampaikan sejumlah kalangan. Selain dari aktifis, pengamat politik lokal dan mahasiswa maupun DPRD Siantar. Masalahnya, kalau terus berseteru, yang rugi tentu rakyat juga. Untuk itu, lebih baik melaksanakan tugas sesuai fungsi masing-masing.
“Ya, soal papan bunga yang sempat dipasang di depan kantor DPRD Siantar dengan kalimat yang menyudutkan DPRD, bisa menjadi salah satu pemicu munculnya potensi kekisruhan politik kota Siantar. Padahal, Siantar selama ini dikenal aman dan kondusif,” ujar pemerhati politik lokal, Robin Samosir, Sabtu (24/6/2023)
Alumni Fisip Komunikasi UGM Jokjakarta itu mengatakan, di tahun politik menjelang Pemilu 2024 mendatang, segala sesuatunya jelas dapat dikait-kaitkan dengan politik. Karena, DPRD merupakan lembaga politik dan Wali Kota merupakan jabatan politik.
“Untuk itu, mari duduk bersama menyelesaikan pekerjaan yang masih terkendala. Misalnya, soal perbaikan jalan, terkait pembangunan gedung 4 Pasar Horas. Begitu juga soal pengangguran di Kota Siantar dan banyak lagi masalah yang harus diselesaikan,” ujarnya.
Sementara, Gading S aktifis dari Kesatuan Aksi Mahasiswa dan Pemuda Siantar (KAMPAS) berpendapat, Wali Kota tidak bisa berjalan sendiri karena tetap harus mendapat dukungan dari DPRD Siantar yang memiliki fungsi legislasi untuk pengesahan ABPD selain dari pada melaksanakan tugas pengawasan.
Kemudian, terkait adanya informasi soal gagalnya pengusulan DPRD Siantar ke Mahkamah Agung (MA) untuk memberhentikan Wali Kota, Gading S mengatakan harus dijawab DPRD Siantar untuk disampaikan ke publik.
“Yang lebih jelas lagi, dewan harus bisa menjelaskan secara objektifitas dan pendapat hukum maupun secara politik kenapa usulan pemakzulan itu gagal. Karena, sudah menghabiskan uang negara dan diduga juga kantong pribadi mereka,” imbuh Gading.
Sementara, Agus Butar-Butar dari Aliansi Masyarakat Siantar (AMSI) mengatakan, terkait usulan DPRD Siantar untuk memberhentikan Wali Kota, harus menjadi suatu pembelajaran kepada kedua belah pihak.
“Walaupun belum ada salinan putusan dari MA dan masih hanya berbentuk putusan yang katanya tersebar melalui website MA, sebaiknya jangan ada pihak yang melakukan manuver tertentu yang dapat membuat keksruhan politik di Kota Siantar,” ujarnya.
Misalnya, memasang papan bunga yang diletakkan di depan kantorDPRD Siantar dengan kata-kata yang menyudutkan DPRD Siantar. Padahal, hak angket yang akhirnya mengusulkan pemberhentian Wali Kota, tidak dilarang dan ada diatur dalam undang-undang.
“Sekarang, kita anggap papan bunga yang menyudutkan DPRD itu sudah berlalu an jangan pernah ada lagi seperti itu. Sehingga, dapat membentuk opini liar. Masalah ditolak atau tidaknya usulan itu pemberhentian Wali Kota, tergantung MA,” ujarnya.
Kemudian, kedua belah pihak diminta sama-sama menahan diri agar Siantar tetap aman dan kondusif. “Apalagi saat ini sudah memasuki tahun politik,” ujar Ketua AMSI yang sudah melakukan unjuk rasa mendukung hak angket DPRD Siantar.
Daud Simanjuntak, anggota DPRD Siantar yang juga mantan Wakil Ketua Hak Angket DPRD Siantar mengatakan, soal pengusulan Hak Angket untuk memberhentikan Wali Kota dr Susanti Dewayani, sudah sesuai ketentuan yang berlaku. Karena sesuai kesepakatan 28 orang anggota DPRD Siantar, kecuali 2 anggota DPRD Siantar dari PAN.
“Sampai saat ini kita masih menunggu salinan terkait putusan MA. Jadi, belum lagi ada salinan putusan, malah muncul opini atau asumsi yang sebenarnya sangat kita sesalkan,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, kalau tidak ada Hak Angket, tentu tidak akan terungkap adanya mutasi 27 ASN lingkungan Pemko Siantar yang didemosi atau diturunkan jabatannya dan non job. Masalahnya, ASN itu tidak pernah diberi sanksi apalagi diperingati.
“Mutasi itu jelas menyalahi dan karena itu juga DPRD sepakat mengusulkan pemberhentikan karena terindikasi melanggar sumpah dan jabatan. Hanya saja, kita belum menerima salinan putusan. Kalau masih sebatas putusan yang katanya dari website, kita pikir itu belum jelas,” ujar Daud.
Kemudian, terkait anggaran untuk Pansus Hak Angket, tidak ada yang menyalahi karena sesuai ketentuannya dan ditampung dalam APBD. Apalagi Pansus sudah melakukan koordinasi dengan KASN, BAKN dan berbagai pihak lainnya.
“Soal anggaran, jelas ditampung dalam APBD dan tidak ada yang menyalahi,” tegas Daud yang setuju agar semua pihak menahan diri sebelum putusan MA soal pemakzulan Wali Kota diterima DPRD Siantar sebagai Pemohon dan Wali Kota sebagai Termohon. (In)