SIANTAR NEWS JAM 17.00 WIB
Komisi III DRD Siantar pertanyakan, mengapa sejak 2021 sampai 2023, Pemko Siantar belum juga berhasil menyelesaikan tapal batas dengan Kabupaten Simalungun yang berkaitan dengan revisi Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Siantar.
“Kalau mendengar jawaban dari Kepala Bappeda tadi, progres soal tapal batas masih akan dan jawaban kiles,” kata Daud Simanjuntak saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Siantar dengan Bappeda Kota Siantar, Rabu (13/9/2023).
Daud Simanjuntak dari Komisi III itu minta Kepala Bappeda Kota Siantar, Dedi Idris Harahap didampingi sejumlah staf, paparkan apa saja masalah dan kendala soal belum selesainya tapal batas itu. Sehingga, soal RTRW bisa dijadikan Perda tahun 2024.
“Hutang Pemko Siantar kepada Pemkab Simalungun sudah menjadi rahasia umum. Untuk itu, Pemko harus selesaikan dan cari solusi. Jangan lari dari tanggungjawab. Bappeda punya kewenangan untuk selesaikan masalah,” ujar Daud.
Dikatakan, soal hutang Pemko Siantar dengan Pemkab Simalungun itu terkait air yang digunakan Perumda Tirta Uli Kota Siantar yang bersumber dari Kabupaten Simalungun. Dan itu, menurut Daud sempat ramai diberitakan media.
“Duduk bersama dan selesaikana masalah. Jangan waktu duduk bersama pada kegiatan serimonial senyum-senyum saja. Untuk itu, Pemko harus buat pernyataan kepada Pemkab. Supaya jelas,” tegasnya lagi.
Pada suatu kesempatan, Daud Simanjuntak mengaku pernah bincang-bincang soal tapala batas dengan Bupati Simalungun dan dari hasil bincang-bincang itu ada indikasi hutang Pemko Siantar kepada Pemkab Simalungun jadi masalah.
“Pemkab Simalungun butuh kepastian soal hutang yang tak kunjung tuntas. Selesaikan itu secara bertahap. Sehingga soal tapal batas termasuk lahan seluas 406 yang masuk Simalungun kembali ke Siantar,” kata Daud.
Dijelaskan juga, RTRW ditunggu para investor. Tanpa grand disain, ada bom waktu karena kota Siantar tidak tertata. Termasuk soal drainase di daerah mirip kuali seperti Bombongan Raya yang sudah diprogramkan mengantisipasi banjir yang telah mengeluarkan anggaran Rp 2,5 miliar tetapi tidak ditindaklanjuti lagi.
Lebih lanjut dikatakan, banyak program Pemko yang dilaksanakan tetapi tidak menyentuh masalah apalagi bentuknya masih program. “Untuk itu, mari kita bekerja pakai hati dan pikiran,” imbuhnya.
Kepala Bappeda, Dedi Idris Harahap berterimakasih atas saran dan pandangan Daud Simanjuntak. Sedangkan soal tapal batas menurutnya memang masih sebatas kesepakatan antara Pemko Siantar dengan Pemkab Simalungun meski soal titik koordinat sudah ditangani Tim dan dua kali disampaikan kepada Pemprov Sumut. Namun, permasalahan itu juga sudah dikoordinasikan kepada Kementrian Dalam Negeri. Bahkan, Jumat (15/9/2023) akan dilakukan pertemuan dengan Kementrian ATR untuk percepatan revisi RTRW Kota Siantar.
Pada pembahasan soal RTRW tersebut, Astronout Nainggolan dengan Frangki Boy Saragih menyarankan agar Soal Tapal batas dan RTRW itu lebih baik dibahas pada kesempatan berbeda dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Hanya saja, usai RDP tersebut, Astronout Nainggolan kepada media mengatakan kurang sepakat bahwa hutang Pemko Siantar kepada Pemkab Simalungun menyandera soal percepatan pengurusan tentang tapal batas.
“Hutang Pemko dengan pemkab Simalungun itu soal lain dan tidak ada hubungan dengan tapal batas atau RTRW,” ujarnya.
Sekedar informasi, soal hutang Pemko Siantar dengan Pekab Simalungun berkaitan dengan air PerumdaTirta Uli yang bersumber dari Kabupaten Simalungun. Terkait dengan itu, Pemko tidak menuntaskan pembayaran pajak air tanah sebesar Rp 3,244 miliar dan itu sudah berjalan sejak 2019. (In)