SIANTAR, SENTERNEWS
Sidang Gugatan RE Siahaan Wali Kota Priode 2005-2010 sebesar Rp 45 miliar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seyogianya dilakukan melalui tatap muka, akhirnya berlangsung melalui video conference (Vidcom), Rabu (29/11/2023).
Pada sidang yang tetap dipimpin Ketua Majelis, Nasfi Firdaus, Hakim Anggota, Renni Pitua Ambarita dan Katharina Siagian itu, dihadiri RE Siahaan didampingi Penasehat Hukum, Daulat Sihombing.
Hasilnya, ekspsi yang diajukan KPK sebagai Tergugat I, Biro Hukum Kementrian Keuangan sebagai Tergugat II dan Tergugat III Menteri Keuangan RI. Badan Pertanahan, ditolak Majelis Hakim.
“Eksepsi para Terguigat I, II dan III ditolak majelis hakim,” kata Daulat Sihombing usai persidangan sembari mengatakan bahwa Pengadilan Negeri Kota Siantar tetap berhak menggelar persidangan gugatan RE Siahaan terhadap para Tergugat dimaksud.
Dijelaskan, awalnya para Tergugat melalui eksepsinya mengatakan, Pengadilan Negeri Kota Siantar tidak berhak menggelar persidangan karena gugatan Penggugat merupakan domain atau kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pasalnya, Surat Perintah (SP) penyitaan terhadap harta atau barang milik RE Siahaan berupa sebidang tanah dan rumah di Jalan Sutomo, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar, atas perintah KPK sebagai penguasa atau pejabat negara.
“Tapi, kita sebagai Penggugat membantah eksepsi Tergugat karena berdasarkan otonom Hukum Perdata, perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan para Tergugat ,berhak disidangkan Pengadilan Negeri,” kata Daulat Sihombing.
Untuk itu, eksepsi para Tergugat dikatakan tidak beralasan. Maka, putusan Majelis Hakim sependapat dengan Penggugat. Selain menolak eksepsi para Tergugat, Majelis Hakim memerintahkan kepada pihak melanjutkan perkara. Selanjutnya, membebankan biaya perkara kepada Tergugat yang besarannya akan ditentukan kemudian.
“Sidang akan dilanjutkan pada minggu depan dengan agenda, pengajuan bukti dari Penggugat,” ujar Daulat Sihombing mengakhiri.
Seperti diketahui, RE Siahaan menggugat KPK Rp 45 miliar lebih karena para Tergugat melakukan pelanggaran hukum. Melakukan penyitaan terhadap rumah warisan mertua yang disertifikatkan atas nama RE Siahaan, sebelum menjabat sebagai Wali Kota priode 2005-2010.
Padahal, RE Siahaan bersedia menjalani hukuman 8 tahun sebagai putusan tetap, dan 4 tahun lagi karena tidak bisa membayar uang pengganti Rp 7,7 miliar. Dalam surat Perintah Penyitaan ada perubahan redaksi menjadi, “Jika tidak membayar uang pengganti Rp 77,7 miliar paling lama satu bulan setelah putusan, harta benda RE Siahaan dapat disita Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti”.
KPK RI, Tergugat I dalam perbuatan melawan hukum itu, pihak yang melakukan penyitaan atau perampasan terhadap objek tanah yang di atasnya bangunan milik RE Siahaan. Padahal, tidak ada dalam putusan pidana.
Tergugat II Menteri Keuangan RI cq. Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Siantar melakukan pelelangan terhadap objek rumah milik RE Siahaan atas permintaan KPK.
Terkait keterlibatan Tergugat III BPN Kota Siantar, mengubah sertifikat tanah milik RE Siahaan atas nama Esron Samosir sebagai Tergugat IV yang sejak awal tidak pernah hadir pada persidangan, sebagai pembeli atau pemenang lelang. (In)