SIANTAR, SENTERNEWS
Dengan mengusung puluhan poster, puluhan kaum ibu dari Kampung Baru, Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari melakukan unjuk rasa ke Polres Siantar. Menyuarakan aspirasi,” Hentikan kriminalisasi terhadap petani!”, Selasa (5/12/2023).
Aksi yang berlangsung di tengah terik matahari itu mendapat pengawalan dari sejumlah Polwan yang melakukan pagar betis di depan pintu gerbang Mapolres Siantar. Orasi yang dilakukan pada dasarnya mengatakan, mereka selalu diintimidasi karena dituding menempati lahan milik PTPN III.
“Kami sudah tidak dapat lagi bertani di tanah yang sudah puluhan tahun kami kelola sebagai sumber pencaharian. Bahkan, pasca okupasi yang dilakukan pihak PTPN III, membuat masyarakat dan anak-anak trauma,” kata Koordinator aksi Johannes Simanjuntak melalui pengeras suara.
Rangkaian peristiwa yang berlangsung tahun 2022 dan 2023 dikatakan, selain intimidasi adda aksi penganiayaan yang diduga dilakukan security PTPN III. Bahkan, ada sudah menjadi korban. Seperti Tiomerli Sitinjak, Ketua Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi).
“Dengan kondisi wajah membengkak dan pelipis mata membiru, sempat melapor ke Polsek Siantar Martoba. Namun, tidak jelas bagaimana tindaklanjutnya. Apakah Polisi tidak bisa menangkap pelaku penganiayaan itu? Apakah korban harus berjatuhan terus?”kata Johannes.
Paling ironis dikatakan, ada tiga warga Kelurahan Gurilla yang bergabung di Futasi yang melapor tapi laporan mereka tidak ditindaklanjuti. Namun, ketika pihak PTPN III membuat laporan, kepolisian langsung menanggapinya dan menjadikan Fernandes Saragih jadi tersangka.
“Dimana keadilan? Kenapa rakyat mengadu tidak ditanggapi? Untuk itu, kami minta kepada Kapolres supaya menerima aspirasi kami. Karena, kami juga warga Negara Indonesia. Lengkap memiliki KTP yang sah,” kata Johannes.
Selanjutnya, Futasi membacakan pernyataan sikap yang terdiri dari empat poin. Pertama, hentikan kriminalisasi terhadap petani dan masyarakat Kampung baru Gurilla. Kedua, minta laporan tiga orang warga dari Futasi ditindaklanjuti dan surat perintah penmghentian penyelidikan (SP3) agar dibuka kembali.
Kemudian, hentikan penetapan tersangka Fernandes Saragih karena proses penetapan sebagai tersangka tidak sesuai proses hukum. Terakhir, patuhi Keputuan Komnas HAM dan kantor Staf Presiden dalam penyelesaian konflik agrarian di Kampung baru, kelurahan Gurilla. ,
Setelah itu, Tioberlin Sitinjak melalui orasinya mengatakan, mengapa Polisi takut menerima kedatangan petani yang tergabung di Futasi. “Sampai berapa lama lagi kami harus pihak kepolsian untuk menerima aspirasi kami. Apa bapak-bapak Polisi takut kepada rakyat?” katanya sambil berteriak dan mendapat sambutan dari pengunjukrasa lainnya.
“Saya yang melapor dengan wajah yang bengkak-bengkak tidak ditanggapi. Tapi, pihak PTPN III melapor langsung ditindaklanjuti. Ada apa ini? Dimana keadilan untuk rakyat yang mencari nafkah dari hasil bertani seperti kami? Mana pak Polisi, datanglah tanggapi aspirasi kami,” kata Tiomerli berteriak.
Karena pihak berkompeten dari Polres Siantar tidak juga datang menerima pengunjukrasa kecuali hanya barisan Polwan yang berhadapan langsung berjarak setengah meter dengan kaum ibu dari Futasi, kaum ibu terus berteriak supaya mereka diterima Kapolres.
Setelah berorasi secara berganti, 12 orang delegasi pengunjukrasa akhirnya diberi kesempatan bertemu Kasat Reskrim AKP Made Wira di ruangannya. Namun berlangsung secara tertutup dan pertemuan itu berlangsung sekitar 2 jam.
Saat pertemuan selesai, Tiomerli Sitinjak sebagai Ketua Futasi mengatakan, mereka telah menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi. Hanya saja, aspirasi yang mereka sampaikan akan disampaikan lagi kepada Kapolres.
“Hasil pertemuan tadi, segala aspirasi masyarakat ditampung. Diantaranya soal tersangka Fernandes tanpa melalui proses yang dilakukan Polsek Siantar Martoba. Masalah lain akan ditindak lanjuti kalau ada bukti baru begitu juga masalaha lain,” kata Tiomerli sembari mengatakan tidak mengetahui kapan mendapat jawaban dari pihak Polres Siantar. (In)