SIANTAR,SENTER NEWS
Untuk ketiga kalinya, Gerakan Mahasiswa dan Rakyat Bergerak (Gemuruh) Kota Siantar kembali melakukan aksi unjuk rasa soal bantuan sosial (Bansos) yang dituding digunakan untuk kepentingan politik menjelang Pemilu 2024, Kamis (1/2/2024) sekira jam 15.30 Wib.
Aksi yang memilih titik kumpul di lapangan Parkir Pariwisata depan Bank Sumut Jalan Merdeka itu, tidak lagi show of force mengeliling Jalan Sutomo. Tetapi, langsung bergerak ke depan kantor Walikota yang bersebelahan dengan Bank Sumut.
Namun, seperti aksi sebelumnya, pintu gerbang tetap ditutup rapat dan di bagian belakang pintu gerbang itu, personel Polres Siantar serta Satpol PP berdiri menggunakan pagar betis. Sehingga orasi berlangsung di depan pintu gerbang yang memakan badan jalan.
Saat itu, Koordinator Lapangan Bill Fatah Nasution, Koordinator Lapangan Khairil Mansyah dan Presidium Gemuruh Chotibul Umam Sirait melakukan orasi secara bergantian dan meminta Walikota dr Susanti Dewayani SpA agar menemui massa sekitar 30 orang.
“Kami sengaja datang tanpa mengajak masyarakat yang diintimidasi sejumlah oknum Lurah dan RT maupun pejabat Pemko Siantar. Tujuannya untuk menghindari gesekan dengan Pemko Siantar. Kami datang murni dari kalangan mahasiswa,” kata Chotibul Umam Sirait.
Meski orasi sudah berlangsung sekira setengah jam, Walikota tetap tidak datang menemui massa Gemuruh. Sehingga, aksi mulai memanas. Mahasiswa semakin merapat mendekati petugas kemananan. Minta agar pintu gerbang dibuka.
“Kenapa piNtu gerbang ditutup. Kami ingin menemui Walikota untuk menyampaikan keluh kesah dan tangisan rakyat miskin soal bantuan sosial,” kata Khairil Mansyah yang ternyata tidak direspon juga.
Karena situasi tersebut, mahasiswa akhirnya mulai menggoyang-goyang pintu gerbang sambil berteriak. “Buka! Buka, kami ingin masuk menemui Walikota,” kata massa aksi yang akhirnya berhasil merangsek kehalaman kantor Walikota setelahg merobohkan pintu gerbang dengan paksa.
Setelah berada di halaman Kantor Walikota dan kembali memasang pintu gerbang yang sempat roboh, massa aksi mendekati pintu masuk kantor Walikota yang dijaga personel keamanan. “Kenapa takut bertemu dengan mahasiswa? Mana Walikota!” teriak mahasiswa lagi.
Pada kesempatan itu, mahasiswa melakukan orasi lagi. Bahkan, berteriak minta agar seluruh pejabat Pemko Siantar melakukan test urine. Terutama Kadis Sosial Kota Siantar. Masalahnya, ada dugaanbahwa pejabat begitu tega menyalahgunakan Bansos yang peruntukannya untuk rakyat miskin.
Melalui orasi mahasiswa juga dikatakan bahwa Whats App pengurus Gemuruh diblokir. Kemudian, saat melihat Asisten I Junaedi Sitanggang menjauh sambil tetap mengamati aksi, mahasiswa memberikan reaksi bahwa pejabat yang bersangkutan telah melakukan intimidasi melalui perangkat kelurahan kepada masyarakat untuk tidak ikut berunjukrasa.
Disuarakan juga bahwa Gemuruh telah melaporkan Junaedi Sitanggang dan relawan kelurahan yang terindikasi melawan hukum ke Polres Siantar, tertanggal 29 Januari 2024. Perbuatan melanggar hukum itu karena diduga kuat terjadi ancaman keras kepada masyarakat dalam menyampaikan pendapat dimuka umum.
“Melakukan unjuk rasa itu ada diatur dalam UU No 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan mengeluarkan pendapat. Namun, ASN Pemko kami duga meregut kemerdekaan dengan menggunakan Whats App melalui lurah. Kami punya bukti untuk itu,” kata Bill Fatah.
Selanjutnya massa aksi membacakan pernyataan sikap. Antara lain, penyaluran PKH dan BPNT disebut bertentangan dengan surat Kementrian Sosial dan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang masuk PKH wajib membeli kebutuhan pojok ke E-Warung.
Kalau tidak, diancam diberhentikan sebagai penerima PKH dan tidak diberi undangan
mendapatkan bantuan sosial. Untuk itu, Polisi diminta mengusut E Warung. Kemudian, menangkap dan memeriksa para relawan sebanyak 121 orang di 8 kecamatan karena telah menzoli KPM.
Jelang beberapa saat, massa aksi akhirnya membubarkan dengan tertib. Namun, berjanji akan melakukan unjukrasa sekali dalam seminggu sekali sampai Walikota bersedia menerima aksi Gemuruh dengan terbuka.
“Kalau Walikota tetap diam dan tidak bersedia menemui, kita siap berunjukrasa sekali seminggu dengan jumlah massa yang lebih besar. Kami tidak akan pernah berhenti menyuarakan suara rakyat miskin,” kata Chotibul Umam Sirait yang akhirnya meninggalkan kantor Walikota bersama massa dengan tertib. (In)