SIANTAR SENTER NEWS
Melalui Mimbar Demokrasi, Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat menyatakan, politik dinasti tidak hanya di tingkat pusat. Di Kota Siantar juga terjadi. Terbukti, Walikota Siantar sebagai ketua partai politik memiliki anak dan menantu sebagai Caleg pada Pemilu 2024.
Pernyataan itu disampaikan aktifis mahasiswa, Andry Napitupulu melalui orasinya pada unjuk rasa di depan lapangan parkir Pariwisata, Jalan Merdeka Kota Siantar, Kamis (28/12/2023).
Ditegaskan, melalui Panggung Demokrasi, tidak perlu ada disembunyikan. Masyarakat harus berani menyampaikan hal yang menjadi keluh kesah. Misalnya, Walikota Siantar sebagai ketua partai politik perlu diawasi karena ada keluarganya yang maju menjadi Caleg.
“Pemimpin kita 01 di Siantar harus kita wanti-wanti karena kita ketahui sebagai ketua partai politik. Artinya, jangan sempat terjadi kota Siantar, menantu, keluarga serta anak-anaknya diperjuangkan untuk berkuasa. Sepakat teman-teman?” teriak Andry Napitupulu yang disambut pengunjukrasa lainnya dengan suara serentak, “Setujuuu,…”.
Ditegaskan juga, jangan sampai di Kota Siantar terjadi turun temurun menjadi penguasa kembali. Karena itu, masyarakat tidak diintervensi dan terkontaminasi dengan money politic melalui bagi-bagi uang.
“Apa yang menjadi hati nurani untuk mencomblos pilihan, silahkan pilih dan kita meminta aparat TNI dan Polri jangan terlibat memasang spanduk-spanduk Caleg. Kalau itu terjadi, masyarakat kota Siantar harus menolaknya,” ujar Andry sebagai aktifis GMKI Siantar Simalungun itu.
Sebelumnya, unjukrasa Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat melakukan long mars dari titik start di Taman Makam Pahlawan melintasi Jalan Sutomo. Bahkan, aksi yang mendapat perhatian dari masyarakat tersebut sempat berhenti melakukan orasi di depan Pasar Horas.
Untuk mengantisipasi kemacetan lalulintas yang sedang ramai, personel Polres Siantar terpaksa harus turun ke jalan mengatur kenderaan yang tergolong ramai agar tidak terjadi kemacetan.
Selanjutnya, bergerak ke depan Mapolres Siantar yang pintu gerbangnya dijaga personel Polisi berseragam melalui pagar betis. Untuk itu, mahasiswa minta kepada Kapolres Siantar, AKBP Yogen Heroes Baruno SH SIK datang menemui mereka.
“Dimana Bapak Kapolres, kami ingin menyampaikan aaspirasi soal netralitas Polri terkait dengan Pemilu 2024,” kata koordinator aksi, Rober Pardosi melalui pengeras suara. Karena yang ditunggu tidak kunjung datang, pengunjukrasa diminta maju tiga langkah sehingga jarak dengan personel kepolisian hanya beberapa centimeter.
“Aksi yang kita lakukan atas dasar keresahan dan kegelisahan mahasiswa. Perlu kami pertegas, aksi ini tidak ada yang menunggangi kecuali ditunggangi kepentingan rakyat. Untuk itu, jangan ada pihak lain yang melakukan intervensi terhadap aksi kami,” kata Robert Pardosi.
Kerena Kapolres Siantar tidak kunjung datang karena diinformasikan sedang mengikuti kegiatan di Poldasu, massa aksi akhirnya bergerak meninggalkan Mapolres menuju lapangan parkir pariwisata yang ternyata sudah ditunggu puluhan personel kepolisian berseragam dan berpakaian sipil.
Selanjutnya, dilakukan orasi secara bergantian. Bill Fatah Nasution menegaskan bahwa aksi yang dilakukan bukan untuk memacetkan lalulintas. Tapi, ingin menyurakan agar Pemilu 2024 berlangsung Damai.
Dijelaskan, Mahkamah Konstitusi (MK) ikut bermain memuluskan adanya politik dinasti di tingkat pusat agar kembali berkuasa di Indonesia. Paslnya, memperbolehkan seorang Gibran maju menjadi Calon Wakil Presiden.

Sementara, melalui orasi tersebut ditegaskan juga, Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat telah mengundang KPU, Bawaslu, TNI dan Polri untuk hadir pada Mimbar Demokrasi. Namun, nyatanya yang diundang tidak datang.
“Kita sangat kecewa kepada pihak yang sudah kita undang tetapi tidak datang,” ujar Riski Nasution akktifis mahasiswa sembari membacakan pernyataan sikap sebagai Grand Isu. Diantaranya, Tolak Politik Dinasti. Menuntut Netralitas TNI dan Polri.
Tolak Politik Identitas, Tolak Intervensi Kepada KPU dan Bawaslu, Tolak Intimidasi dari Pihak Manapun. Terakhir, Selamatkan Konstitusi dan Demokrasi.
Di penghujung aksi, dilakukan pembakaran ban sebagai tanda telah matinya demokrasi karena para pihak yang diundang tidak juga datang. Diiringi dengan lagu berjudul Ibu Pertiwi yang liriknya, “ Kulihat Ibu Pertiwi, sedang bersusah hati, air matanya berlinang…” dan diikuti dengan para mahasiswa dan masyarakat lainnya sembari mengangkat kepalan tangan kiri.
Setelah asap hitam yang membubung ke langit usai seiring padamnya api, aksi melalui Mimbar Demokrasi akhirnya membubarkan diri dengan tertib. Namun, berjanji akan menggelar aksi dengan jumlah massa yang lebih besar setelah selesai perayaaan Tahun Baru 2024. (In)