SIANTAR, SENTER NEWS
Konflik berkepanjangan antara masyarakat Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Siantar dengan PTPN III menuai sorotan Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Sumatera Utara (ISNU).
Melalui keterangan pers yang disampaikan Imran Simanjuntak MA sebagai Sekretaris ISNU, mengeluarkan pernyataan sikap mengecam sejumlah pihak termasuk Pemko dan DPRD Siantar yang secara tidak langsung dianggap sebagai penyebab munculnya konflik.
Dikatakan, pengurus ISNU mensinyalir PTPN III melalui tim keamanannya beserta aparat gabungan (TNI & Polri) telah menghalalkan tindakan kekerasan di lapangan. Sehingga masyarakat Gurilla yang menolak tali asih mendapatkan kekerasan.
Kekerasan tersebut berupa penghancuran lahan yang ditanami masyarakat, perobohan rumah hingga intimidasi agar mau menerima uang tali asih. Kemudian, perlakukan buruk terhadap masyarakat dengan sikap yang merendahkan martabat manusia. Bahkan hingga sebagian masyarakat mengalami kekerasan secara fisik yang mengakibatkan luka.
Dikatakan, negara dalam hal ini Pemko Siantar, DPRD Kota Siantar, Kementerian ATR/BPN, PTPN III yang berada di bawah koordinasi Kementerian BUMN, seperti tidak mampu membuka ruang dialog dengan masyarakat.
“Tidak mampu melakukan pemetaan sosial dan antisipasi dini serta solusi terbaik. Yang terlihat selama hampir puluhan tahun adalah, proses penelantaran lahan dan pembiaran masyarakat memperjuangkan hidupnya sendiri di lahan Gurilla,” ujarnya.
Pantauan di lapangan selama ini menunjukkan bahwa keberadaan masyarakat Gurilla telah diakui oleh negara yakni dibuktikan dengan terbitnya KTP, masuknya fasilitas listrik, adanya proyek pengaspalan jalan, pembangunan drainase, serta berdirinya rumah ibadah. Dan secara humanis telah terbangun jejaring sosial sistem kehidupan masyarakat, dan kebudayaan.
Di sisi lain, secara histori hukum dan perundang-undangan, memang masih ditemukan kontroversi dan apologi. Antara lain, pada Juli 2004 Walikota Siantar, Ir. Kurnia Rajasyah Saragih telah mengeluarkan Perwa untuk tidak lagi memperpanjang HGU PTPN III di Kota Siantar.
Artinya, pasca berakhirnya HGU PTPN III dan Perwa pelarangan perpanjangan, pihak Pemko melakukan penelantaran dan pembiaran pada lahan tersebut. Masyarakat Gurilla yang secara histori melalui orang tua, kakek dan leluhurnya mengetahui pernah mengelola tanah tersebut pasca awal kemerdekaan dan berpegang pada Landreform 1969, memulai membangun kehidupan sosial dan ekomomi dari tanah tersebut hingga menjadi perkampungan seperti sekarang ini.
Maka sangat disayangkan sejak 2004 hingga 2022 rakyat telah menguasai tanah Gurilla tanpa ada kebijakan dari Pemko Siantar terkait RUTRW (Rencana Umum Tata Ruang Wilayah) dan aturan serta kebijakan lainnya.
Menyangkut klaim PTPN III yang dikabarkan mengklaim telah memegang perpanjangan HGU Gurilla seluas 124 Ha sejak Januari 2005, sangat patut dipertanyakan. Sebab perusahaan pelat merah ini juga menelantarkan dan membiarkan lahan Gurilla selama 17 tahun.
Masih melalui keterangan persnya, patut menjadi perhatian dan pertanyaan khusus, mengapa saat pembangunan jalan tol dan ringroad di kawasan Kelurahan Gurilla akan rampung, seluruh instrumen negara di Kota Siantar baik Pemko dengan Satpol PP-nya, PTPN III, Kepolisian, TNI, mengerucut menjadi satu “menghabisi rakyatnya”. Sedangkan DPRD diam bak penonton yang tidak mampu memahami apa-apa. Ada apa?
Kehadiran TNI dan Polri idealnya atas perintah Pengadilan dalam hal Eksekusi yang berawal dari putusan hukum. Maka keterlibatan TNI dan Polri dalam hal ini dapat dikatakan adalah bentuk eksekusi berkedok Okupasi yang dilakukan oleh PTPN III.
“Kami menuntut kepolisian, tentara, dan negara, untuk menghentikan cara-cara kekerasan seperti itu, dan meminta agar menggunakan pendekatan kemanusiaan dalam menangani persoalan yang terjadi pada masyarakat Gurilla, serta mendorong agar segera dibukanya dialog bersama,”
Untuk itu, ISNU menuntut terkhusus Pemko dan DPRD untuk segera, dan harus ada jawaban yang pasti dan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku terkait dengan tata ruang kota. Karena hal itu akan sangat membantu untuk menuntaskan persoalan sengketa lahan yang sedang terjadi antara PTPN III dan Masyarakat Gurilla, dengan tetap menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan.
Diakhir keterangan persnya, ISNU menyatakan menendukung perjuangan Masyarakat Gurilla yang mencari keadilan. Menolak dan mengutuk segala bentuk kekerasan, teror dan intimidasi terhadap Masyarakat Gurilla yang menolak tali asih. Hentikan Okupasi karena legalitas HGU PTPN III syarat cacat administratif.
Kemudian, Pemko dan DPRD harus bertanggungjawab atas seluruh kejadian yang menimpa masyarakat Gurilla. Terakhir, mendesak aparat hukum TNI, POLRI, netral dan tidak memihak serta melakukan pendekatan yang persuasif dan kooperatif atas konflik Gurilla. (rel/In)