SIANTAR, SENTERNEWS
Berbagai jenis bantuan sosial (Bansos) yang disalurkan kepada masyarakat, antara lain Program Keluarga Harapan (Bansos), Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) dan lainnya, membuat pola pikir masyarakat menjadi “miring”.
Pasalnya, untuk mendapatkan Bansos, banyak warga tidak malu mengaku sebagai orang miskin. Bahkan, bangga meski sebenarnya sudah tidak layak. Selain itu, meski di depan rumahnya ada stiker sebagai orang miskin penerima bantuan, gaya hidupnya terkesan mewah, lengkap dengan sepeda motor dan lainnya.
Dinamika itu terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Siantar dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3) Kota Siantar, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Siantar, Bulog serta Tenaga Kerja Sukarela Kecamatan (TKSK), Jumat (25/07/2025).
“Sangat memprihatinkan, banyak warga mengaku sebagai orang miskin agar dapat bantuan. Sementara, data yang ada masih banyak menyalahi karena yang benar-benar layak atau miskin tidak dapat bantuan,” kata Nurlela Sikumbang dari Komisi I.
Ilhamsyah Sinaga yang juga dari Komisi I mengatakan, karena pendataan masih bermasalah, akhirnya menimbulkan kecemburuan di tengah-tengah masyarakat. Sementara, Musyawarah Kelurahan (Muskel) yang dilakukan selama enam bulan sekali belum jelas hasilnya karena penyaluran Bansos tetap ada yang tidak tepat sasaran.
“Ada warga bersebelahan rumah, cemburu karena tetangganya mendapat Bansos sementara dia tidak dan inilah yang menimbulkan kecemburuan sosial itu,” beber Ilhamsyah.
Ditegaskan, semakin banyak indikator atau syarat penerima Bansos, semakin banyak celah untuk mempermainkan data.
Franz Theodor Sialoho, juga dari Komisi I menegaskan, Dinsos P3A harusnya mampu memberi pencerahan kepada masyarakat. Apalagi hasil Muskel yang dilakukan belum jelas sasarannya.
“Masih ada yang tidak layak malah masih menerima bantuan,” kata Franz sembari menyinggung tentang pembagian beras kepada 41.530 kepala keluarga (KK) masih ada bersisa dan diserahkan kepadaLurah.
“Mengapa RT maupun Lurah tidak dilibatkan saat dilakukan pendataan. Setelah ada beras bersisa akhirnya dilibatkan,” katanya yang membei masukan agar Komisi I melakukan pertemuan lanjutan terkait pendataan penerima bantuan.
Selanjutnya, saran dan kritik soal data khususnya kepada relawan TKSK, Kepala Dinsos P3A, Risbon Sinaga mengatakan butuh dukungan dari DPRD Siantar. Namun, membenarkan masyarakat memang selalu berburu Bansos.
“Bansos ini dianggap bantuan seumur hidup dan seolah-olah sebagai warisan. Padahal itu bukan sebagai sumber utama. Hanya sebagai pendongkrak memenuhi kebutuhan,” kata Risbon yang juga membenarkan data penerima Bansos masih perlu diperbaiki.
Di penghujung RDP, Tenaga Ahli Komisi I, Ridwan Manik mengatakan, pendataan harusnya dari bawah (bottom up) bukan justru dari atas (top down). Sehingga, tidak ada warga menerima manfaat lebih dari satu jenis Bansos.
“Kalau data sudah valid, tentu tidak akan menimbulkan kecemburuan,” ujarnya pada RDP yang dipimpin Ketua Komisi I Robin Manurung. (In)