SIANTAR, SENTERNEWS
Kasus pembunuhan perempuan muda Mutia Pratiwi (23) warga Kabupaten Simalungun yang dibuang ke pinggiran Jalan Berastagi, Kabupaten Karo, Selasa (22/10/2024) ramai diperbincangkan masyarakat Kota Siantar.
Masyarakat dari berbagai kalangan yang mengikuti perkembangan kasus itu, ada malah mempertanyakan apakah Kota Siantar tidak aman? Karena, kasus peristiwa tragis itu berlangsung di rumah tersangka utama, Joe (36), Jalan Merdeka, Kelurahan Pahlawan Kecamatan Siantar Timur, Kota Siantar.
Hal lain yang diperbincangkan, perbuatan Joe hanya dikenakan Pasal 153 ayat 3 dan ancaman 7 tahun penjara dan tersangka lainnya yang turut membantu membuang mayat, dijerat pasal 221 junto 55 KUHP termasuk junto Pasal 531 ayat 3 dengan ancaman 9 bulan penjara.
Sementara, karena korban dan pelaku pernah menjalani hukuman dalam waktu berbeda terkait kasus Narkoba, masyarakat juga mengkait-kaitkannya dengan Narkoba.
Sejumlah anggota DPRD Siantar yang dikonfirmasi mengatakan, wajar saja masyarakat bertanya kota Siantar tidak aman karena, rumah tersangka di kawasan bisnis sebagai lokasi pembunuhan, luput dari pemantauan aparat pemerintah setempat.
Seperti disampaikan anggota DPRD Siantar, Andika Prayogi Sinaga. Karenanya, kasus itu harus menjadi peringatan kepada pemerintah setempat, termasuk lurah dan RT/RW yang semestinya selalu mengamati rumah-rumah warganya.
“Kalau ada rumah yang selalu tertutup, tetapi nyatanya pemilik rumah sesukanya membawa orang lain yang bukan warga setempat dan melakukan mesum, berarti ada kesan luput dari perhatian pihak terkait,” kata Andika Prayogi Sinaga, Jumat (1/11/2024).
Selain dijadikan tempat mesum, bukan tidak mungkin ada rumah yang diduga sebagai lokasi mengkonsumsi atau tempat menyimpan Narkoba. Untuk itu, peran pihak kelurahan bersama Kepala Lingkungan maupun RT harus aktif memantau rumah-rumah yang mencurigakan. Termasuk lokasi kost-kostan yang sering didatangi orang-orang yang tak jelas identitasnya.
“Kemarin, Kapolda mengatakan Sumatera Utara, darurat Narkoba. Kalau disebut Sumatera Utara, berarti termasuk kota Siantar,” ujarnya sembari mengatakan, Narkoba berdampak kuat dengan tingginya perbuatan kriminal. Apalagi, ada sejumlah kasus kejahatan yang terindikasi berawal dari masalah Narkoba.
“Pernyataan Kapolda bahwa Sumatera Utara darurat Narkoba harus jadi perhatian utama bagi aparat penegak hukum di Kota Siantar. Kalau ada pembiaran, bagaimana jadinya generasi muda ke depan, selain itu, bukan mustahil kota Siantar jadi tidak aman,” kata Andika Prayogi.
Terpisah, Ilhamsyah Sinaga yang juga anggota DPRD Siantar mengatakan, pihak kelurahan sampai RT dan RW harusnya selalu memantau rumah yang sering tertutup atau hanya dihuni satu orang.
“Dengan adanya kejadian di rumah pelaku itu, berarti selama ini luput dari perhatian. Bukan hanya perhatian pihak kelurahan, masyarakat juga semakin tidak perduli dengan lingkungannya masing-masing,” kata Ilhamsyah.
Masyarakat tidak perduli dengan lingkungan masing-masing merupakan problema yang harus ditanggulangi bersama. “Saat ini, sesama tetangga ada tidak saling sapa dan tak perduli. Apalagi ada pagar rumah yang tinggi membuat hubungan dengan tetangga jadi berjarak,” kata Ilhamsyah.
Sementara terkait jeratan hukum kepada para pelaku utama pembubuhan dan pelaku yang turut membantu, menurut praktisi hukum muda Kota Siantar, Rudi Malau menuai tanda tanya.
“Kasus pembunuhan yang mayatnya dibuang itu sudah menasional dan viral. Namun, yang menjadi tandatanya, pasal yang dikenakan menuai tandatanya,” kata Rudi Malau yang turut mencermati kasus dimaksud.
Idealnya, pelaku utama dikenakan pasal 551 dengan subside 338 atau 170 ayat 3. Karena ada beberapa orang turut serta meski pelaku utamanya ada satu orang. Alasannya, para pelaku yang membantu, mungkin tidak mengetahui korban sudah meninggal atau belum.
“Kalau sudah meninggal atau belum, ada pihak yang berkompeten memeriksanya. Bukan malah dibuang. Kalau dari lima orang pelaku ada dua yang belum ditangkap, untuk menangkapnya tentu lebih mudah dengan berdasarkan keterangan yang sudah ditangkap,” kata Rudi.
Sementara, tidak sedikit masyarakat kota Siantar yang mereka-reka. Kalau pelaku utama dituntut 7 tahun penjara, bukan tidak mungkin putusan pengadilan turun menjadi 5 tahun atau di bawahnya lagi.
Kalau itu terjadi, pelaku utama hanya akan menjalani hukuman setengahnya karena akan ada remisi ditambah dengan bebas bersyarat. Akibatnya, hukuman itu tidak akan memberi efek jera bagi pelaku dan jadi contoh tidak baik bagi pelaku- pelaku pembunuhan ke depannya. (In)