SIANTAR, SENTERNEWS
Kesalahan teknis proses Pilkada Serentak 2024 di Tempat Pemilihan Suara (TPS), berpotensi disengketakan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus memahami pedoman etik dan prilaku badan adhoc.
Seperti disampaikan Komisioner KPU Siantar, Roy Marsen Simarmata sebagai nara sumber Training of Trainer Fasilitator Bimbingan Teknis KPPS Kepada PPK dan PPS se Kota Siantar Pada Pemilihan Tahun 2024. Berlangsung di Siantar Hotel, Kota Siantar, Sabtu (02/11/2024).
Dijelaskan, Pedoman Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemilihan Suara (PPS) dan KPPS saat bertugas, Perundang-undangan tentang Pemilu, Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Kode Prilaku PPK, PPS serta KPPS.
“Saat PPK dan PPS melakukan bimbingan teknis kepada KPPS, harus tegas menyatakan soal netralitas, krebilitas dan tanggungjawab sebagai pelaksana pemungutan dan perhitungan suara,” ujar Koordinator Devisi Hukum dan Pengawasan itu.
KPPS harus mencermati proses teknis pemilihan di TPS tanggal 27 November 2024. Mulai dari persiapan tempat pemilihan Suara (TPS), mekanisme warga melakukan pencoblosan sampai perhitungan suara dan penandatanganan formulir maupun berkas lainnya.

Diinformasikan, peserta Training of Trainer Fasilitator Bimbingan Teknis kepada KPPS, diikuti PPK sebanyak 40 orang dari 8 kecamatan. KPPS sebanyak 159 orang dari 53 kelurahan. Nara sumber selain Roy Marsen Simarmata, Batara Manurung Mantan Komisioner KPU Sumut 2019-2024 dan Andrey Siadari Staf Teknis KPU Siantar.
Sebelumnya, Muhammad Isman Hutabarat sebagai Ketua KPU Siantar yang membuka acara, berharap kepada para peserta agar memahami pemaparan materi para nara sumber dengan baik. Karena, PPK dan PPS akan melakukan bimbingan teknis kepada KPPS setelah dilantik tanggal 7 November 2024 mendatang.
Batara Manurung, mantan Komisioner KPU Sumut memaparankan tentang proses dan berbagai dinamika terkait Pemungutan dan Penghitungan Suara pada Pilkada Serentak 2024 di TPS.
Dijelaskan juga tentang catatan potensi masalah Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) oleh MK pada pemilihan terkait pelanggaran tata cara administrasi dan masalah pidana. “Masalah pidana yang jadi potensi PHPU, penggelembungan suara, tanda tangan palsu, mobilisasi massa dan pemilih BMS/TMS ikut memilih,” kata Batara Manurung.
Kemudian, catatan potensi lain PHPU, Pelanggaran Terhadap Azas Penyelenggaraan Pemilu/Pemilihan: Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Pelanggaran Terhadap Prinsip Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan. (In)