SIANTAR, SENTERNEWS
Meski setiap agama tetap ada yang intoleran, tentang 4 pilar kebangsan yang terdiri dari, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI sebagai ciri khas Indonesia yang berdiri atas dasar pluralisme, harus tetap dijaga dan jangan pernah diabaikan.
Pernyataan itu disampaikan Pdt Penrad Siagian S Th MDi Toel, anggota DPD RI/MPR RI sebagai narasumber Diskusi Publik, “Toleransi Sebagai Identitas Siantar Merawat Pluralisme Di Tengah Tantangan Zaman”.
Kegiatan yang digelar “Mata Publik” di ruang Serbaguna Pemko Siantar, Jumat (27/2/2025) itu, juga menampilkan narasumber, Prof Dr Hisarma Saragih MHum (Direktur Pasca Sarjana Universitas Simalungun), Azilah Maysarah Siregar (Aktifis Perempuan) dengan moderator Imran Nasution. Peserta, akademisi, mahasiswa dan masyarakat.
“Setiap agama ada saja yang bersikap intoleran dan itu muncul karena tertutup dengan agama lain atau tidak bergaul dengan agama lain,” ujar Pdt Penrad Siagian melalui pemaparannya.
Sikap intoleran dikatakan juga muncul karena ada pembiaran terhadap kekerasan antar suku dan agama, politisasi agama dan faktor ketidakadilan yang menumbuhkan sikap sempit dan menilai yang lain menjadi lawan.
Sementara, Hisarma memaparkan bahwa Kota Siantar yang dibangun Dinasti marga Damanik sudah lama memiliki sikap toleran. Terbukti, kehidupan antar etnis diantara etnis Simalungun berlangsung harmonis.
Kemudian, rumah ibadah dari berbagai agama yang sudah berdiri sejak era penjajahan dan masa kemerdekaan tetap berdiri sampai sekarang, aman serta kondusif. Sedangkan lambang kota Siantar, “Sapangambei Manoktok Hitei mencerminkan hubungan yang harmonis.
“Suku non Simalungun yang datang ke Siantar, diminta tetap menjalankan prinsip, di mana langit dijunjung, di situ langit dijunjung,” kata Hisarma.
Narasumber, Azilah Maysarah Siregar paparkan tentang toleransi passif yang kalau tak diganggu tidak akan mengganggu. Toleransi senang dengan perbedaan, toleransi yang merayakan perbedaan dan toleransi turut melindungi perbedaan.
Setelah para narasumber memaparkan materi masing-masing, dilakukan tanya jawab. Meski berlangsung kritis, tetapi tetap komunikatif dan konstruktif.
Sebelumnya, Anugerah Nasution sebagai Pelaksana Mata Publik dan Daniel Denoras Gulo, Pimpinan Umum UKM Pers dan Sastra Samudera Universitas Simalungun mengatakan, masalah toleransi di Kota Siantar sebenarnya sangat sensitif dibacarakan.
Namun, kaum muda harus memahami tentang toleransi sesuai dengan pola pikir kekinian dan harus mampu mengelolanya dengan baik. (In)