SIANTAR, SENTER NEWS
Orang-orang miskin berkeluh kesah soal bantuan sosial dari pemerintah yang tidak tepat sasaran. Pasalnya, ada masyarakat berekonomi tergolong memadai malah mendapat. Tapi, yang benar-benar miskin dan layak, malah tidak mendapat bantuan.
Hal itu disampaikan sejumlah warga Kelurahan Siopat Suhu dan beberapa kelurahan dari Kecamatan Siantar Timur, kepada Kadis Sosial Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (Dinsos P3A), Pariaman Silaen, Camat Siantar Timur M Zebua dan Lurah Siopat Suhu WR Mongonsidi.
Berlangsung saat dilakukan reses anggota DPRD Siantar, Netty Sianturi. Bertempat di halaman salah satu rumah warga, Jalan Siantar Timur, Kelurahan Siopat Suhu, Kamis (8/12/2022) sekira jam 14.00 Wib.
“Saya orang susah, dulu dapat beras miskin sekarang tak dapat. Begitu juga BPJS Kesehatan sudah tak ada. Padahal, saya juga janda dan kaki sudah payah jalan dan saya punya kartu merah putih.” ujar salah seorang ibu rumah tangga, Marince Sianturi (62) warga Mual Nauli.
Lebih lanjut, dikatakan, saat beras miskin disalurkan, tetangganya yang ekonomi lebih baik dan punya suami yang bekerja malah mendapat.”Kalau tetangga saya mendapat beras, saya hanya melihat-lihat. Tolong saya pak supaya dapat beras dan saya pantas mendapatkan beras,” ujarnya.
Menjawab pertanyaan warga, Pariaman Silaen mengatakan, soal warga yang tidak lagi mendapat beras miskin dan BPJS Kesehatan meski sebelumnya mendapat, Pariaman Silaen langsung meminta data seperti foto copy KTP, Kartu Keluarga dan kartu Merah Putih yang ternyata sudah dipersiapkan warga tersebut.
“Terimakasih, data-data ini kami terima dan akan kami periksa dikantor,” ujar Pariaman Silaen yang juga meminta nomor handphone warga dimaksud. Selanjutnya kembali mengatakan agar warga bersabar karena akan diproses, “Ibu bersabar ya,” ujarnya.
Masih soal bantuan kepada orang miskin. Nurita Tarigan yang bersama suaminya menjadi pedagang makanan keliling, mengaku pernah mengajukan permohonan mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada Tenaga Kerja Sukarela Kecamatan (TKSK). Karena, ada tiga orang anaknya masih bersekolah.
“Beberapa kali saya jumpai TKSK itu, dibilang sabarlah. Sabarlah. Tapi, sampai anak saya tamat SMA, bantuan tak juga dapat. Saya sedih padahal ada dua orang anak saya masih sekolah,” ujar boru Tarigan.
Hal paling mencengangkan disampaikan warga yang memiliki cacat kaki. “Nama saya Gustaf pincang-pincang Sirait dan tidak punya pekerjaan,” ujarnya sembari mengatakan punya anak tiga dan istri bekerja sebagai pembantu rumah tangga bergaji Rp 500 ribu perbulan.
Apabila malam hari tiba, lelaki berusia sekira 55 tahun itu mengaku harus berpikir keras bagaimana mengongkosi anaknya sekolah sebesar Rp 25 ribu setiap pagi. Untuk itu, mohon bantuan becak mesin. Selain bisa mengantar anak sekolah agar biaya ongkos anak lebih ringan, juga bisa dijadikan kenderaan untuk mencari nafkah.
Tokoh masyarakat, Betsar Saragih mengatakan banyak probema tentang Bansos. “Kalau RT datang melakukan pendataan, masyarakat berlomba lomba menjadi orang miskin. Bahkan, ada orang kaya mengaku jadi miskin supaya dapat bantuan,” ujarnya.
Untuk mengadopsi berbagai keluh kesah orang miskin terkait dengan Bansos tersebut, Pariaman Silaen menyampaikan berbagai kendala teknis. Untuk itu, pihak kelurahan dan camat diminta melakukan pendataan terbaru melalui Musyawarah Kelurahan (Muskel).
“Semua ang sudah disampaikan akan ditindaklanjuti. Tapi, kita harap warga bersabar karena ada prosesnya. Kita hanya menyampaikan data. Sedangkan penentunya adalah Kementrian Sosial,” ujar Pariaman Silalen. (In)