SIANTAR, SENTERNEWS
Dapak dari banyaknya peralihan fungsi lahan pertanian Kota Siantar menjadi kawasan pemukiman yang dilakukan pengembang, mengancam Siantar dilanda banjir. Karena lahan hijau semakin berkurang berubah menjadi lahan kuning sebagai areal pemukian.
Seperti disampaikan Ketua Komisi II DPRD Siantar, Hendra TP Pardede pada rapat kerja dengan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemko Siantar. Dipimpin Ketua DPRD Siantar Timbul Marganda Lingga dan Frengki Boy Saragih, Kamis (6/11/2025) pukul 10.00 WIB.
Pada rapat kerja yang berlangsung di ruang rapat gabungan Komisi DPRD Siantar itu, soal peralihan fungsi lahan pertanian juga mengundang keresahan masyarakat. Sehingga, ada yang melapor kepada DPRD Siantar.
“Rapat ini untuk menindaklanjuti adanya surat masuk ke DPRD tentang semakin massifnya penggunaan lahan pertanian menjadi perumahan dan itu meresahkan,” kata Timbul Marganda Lingga yang membuka rapat kerja.
Selain meresahkan masyarakat, kondisi itu juga tidak sejalan dengan program Aswa Cita Presiden Prabowo untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. “Melalui rapat ini, kita pertanyakan berapa luas lahan pertanian di Kota Siantar,” kata Timbul lagi.
Nyatanya, data tentang lahan pertanian itu belum disediakan pihak Pemko Siantar. Sehingga, Sekda Juanedi Antonius Sitanggang harus berkoordinasi dengan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Pardemean Manurung.
Setelah dicari-cari sekitar setengah jam melalui laptop, data tersebut ternyata tidak lengkap. Sehingga, Timbul Margandamenunda rapat untuk dibuka kembali pada pukul 13.00 WIB. Dan Pemko diminta melengkapi data luas lahan pertanian untuk diketahui sudah berapa luas yang beralih fungsi.
Pada rapat lanjutan yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Siantar, Frengki Boy Saragih, data yang diminta DPRD Siantar dapat diperlihatkan dan menunjukkan ada sekitar 650 hektar luas lahan kota Siantar yang “misterius” atau tidak jelas dan diduga sebagai lahan pertanian yang beralih fungsi.
Ketika luas 650 hektar itu diperdebatkan, pihak Pemko Siantar menyebut ada sekitar 400 hektar areal kota Siantar yang masuk ke Kabupaten Simalungun yang berkaitan dengan tapal batas. Selain, itu 200 hektar lebih lagi disebut lahan yang sudah beralih fungsi menjadi pemukiman dan lainnya.
Untuk itu, Frengki Boy Saragih menyatakan, dalam UU No 41 Tahun 2009,Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus dilindungi dan tidak boleh dialihfungsikan tanpa syarat.
Kemudain, ada Peraturan Menteri Pertanian No 81 Tahn 2013 tentang pedoman teknis tatacara peralihan fungsi lahan pertanian. Bahkan, pada Peraturan Presiden No 59 Tahun 2019, tentang pegendalian alih fungsi lahan sawah harus membentuk Tim Terpadu.
Pada rapat kerja itu, Henry Jhon Musa Silalahi dari Dinas PUPR Kota Siantar mengatakan, peralihan fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman memang tak terhindarkan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.
Selanjutnya, Hendra TP Pardede meminta Pemko aktif melakukan pendataan terkait dengan adanya pengalihan fungsi lahan dimaksud. Lurah harus membuat laporan kepada Sekda terkait adanya areal pertanian yang dibangun menjadi pemukiman.
“Kita memang tidak dilarang membangun di tanah sendiri. Tapi, harus terdata. Kemudian, kita harus dapat mengantisipasi terjadinya bencana karena semakin berkurangnya lahan pertanian. Sekarang, di beberapa lokasi kota Siantar sudah sering banjir maupun genangan air,” kata Hendra.
Ditegaskan juga, masalah peralihan fungsi lahan bukan soal salah atau benar. Tapi, Pemko harus tegas karena selama ini pengawasaan lemah. Apalagi ada perumahan yang dibangun pengembang yang meresahkan masyarakat.
Rapat akhirnya ditutup tanpa kesimpulan kecuali hanya menyampaikan beberapa saran. “Hasil rapat ini akan kita sampaikan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti pada rapat berikutnya,” kata Frengki Boy menutup rapat. (In)






