SIANTAR, SENTER NEWS
RE Siahaan yang tanah dan rumahnya disita atau dirampas KPK RI sehingga mengajukan gugatan Rp 43 miliar, optimis ada cahaya terang seperti apa yang diharapkan. Karena, soal penyitaan tersebut tidak ada tertuang dalam putusan Pengadilan.
Pernyataan itu disampaikan RE Siahaan usai mengikuti sidang perdana yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kota Siantar, didampingi Penasehat Hukum, Daulat Sihombing dan rekan, Rabu (23/8/2023).
Pada persidangan perdana itu, selain RE Siahaan, juga dihadir sang istri Elfrida br Hutapea serta Marulitua Hutapea, mantan Ketua DPRD Siantar priode 2015-2020 yang tiada lain, Lae (Ipar-red) kandung RE Siahaan. Selain itu, hadir juga sejumlah sanak keluarga serta teman-temannya.
RE Siahaan menyatakan, proses eksekusi tanah dan rumah miliknya sebagai warisan dari mertuanya berlangsung di era ketua KPK tiga orang. Mmulai saat dipimpin Abraham Samad. Digantikan ketua KPK Sementara Taufiequrahman yang membuat surat perintah. Setelah itu ditandatangani Ketua KPK Saut Situmorang yang disebut sebagai tindaklanjut surat sebelumnya.
“Saat Ketua Abraham Samad ada putusan di atas putusan tahun 2015. Kemudian masa Taufiequrahman ditandatangani soal eksikusi. Selanjutnya, pada masa Saut Situmorang tahun 2016 terjadi jual beli. Jadi, ada tiga ketua KPK yang saya kira dibodohi oknum di KPK,” ujar RE Siahaan.
Permasalahan tersebut menurut RE Siahaan, sangat berdampak terhadap bagaimana gambaran tentang adanya dugaan ada oknum-oknum tertentu di KPK yang bermain. Sehingga, berdampak lagi secara psikologis kepada RE Siahaan serta para keluarga.
RE Siahaan mengatakan, rumahnya yang disita dan saat ini sudah dijadikan ruko berlantai III itu merupakan rumah warisan orang tua istrinya dan balik nama atas namanya tahun 2004 atau sebelum dia menjabat sebagai Wali Kota.
“Dalam putusan pengadilan, tidak ada kalimat yang menyatakan adanya penyitaan rumah itu. Bahkan, saya rela menjalani hukuman empat tahun lagi karena tidak bisa membayar denda Rp 7,7 miliar,” ujarnya.
Dijelaskan juga, kalau harga Rp 6 miliar dari hasil lelang dikatakan sangat kecil karena sesuai dengan NJOP sudah ada yang menawar Rp 15 miliar. Kalau dilelang Rp 6 miliar, mengapa tidak saya yang menjual?” ujarnya
Sementara, Maruli Tua Hutapea mengaku tertarik menghadiri sidang perdana karena tergugah atas penyitaan yang dilakukan KPK. Apalagi dia memiliki sejarah yang manis saat tinggal di rumah yang disita KPK itu.
“Sejak kelas lima SD setelah pindah dari Parluasan, keluarga kami pindah ke rumah di Jalan Sutomo itu dan saya baru keluar dari rumah itu setelah berkeluarga,” ujarnya.
Terpisah, Daulat Sihombing sebagai penasehat hukum RE Siahaan mengatakan, ada lima alasan melakukan gugatan terhadap KPK. Pertama, karena putusan perkara RE Siahaan baik mengenai pidana pokok maupun pidana tambahan uang pengganti telah tuntas dieksekusi dengan pidana penjara 12 tahun.
“Ketentuan 12 tahun penjara itu, meliputi pidana pokok 8 tahun dan pidana tambahan uang pengganti selama 4 tahun penjara karena RE. Siahaan tidak membayar pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 7,7 miliar lebih,” ujar Daulat.
Kedua, Surat KPK RI berupa Surat Perintah Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor : Sprin.PPP-01/01-26/Ek.S/05/2015, tanggal 29 Mei 2015, mengutip secara berbeda atau tidak sesuai dengan putusan Pengadilan.
Ketiga, tanah dan bangunan milik Penggugat, tidak merupakan barang sitaan atau rampasan dari penyidikan, penuntutan dan peradilan dan juga tidak merupakan bagian dari objek putusan pengadilan.
Keempat, tindakan Para Tergugat melanggar atau bertentangan dengan asas kepastian hukum. Kelima, harga lelang atas tanah dan bangunan milik Penggugat sebesar Rp 6 miliar lebih tidak patut dan tidak adil kalau dibandingkan harga pasar Rp 12.500.000.000,00 sampai Rp 15 miliar.
Adapun gugatan Rp 45 miliar lebih yang harus dibayar Para Tergugat berupa kerugian materil Rp 15.250.000.000,00 dan kompensasi kerugian atas hilangnya tanah dan bangunan, ditambah kerugian immateril Rp 30 miliar .
Kemudian, Menghukum Para Tergugat mengembalikan tanah seluas 702 M2 berikut bangunan kepada Penggugat. Dengan ketentuan, jika Para Tergugat mengembalikan objek sengketa maka besaran kompensasi kerugian Penggugat akan diperhitungkan berdasarkan rasio kekurangan dan kelebihan.
Menyatakan sita jaminan atas tanah seluas 702 M2 dan bangunan adalah sah dan berharga. “Prinsip penegakan hukum haruslah dilakukan dengan aturan hukum,” jelas Daulat optimis gugatannya dapat dikabulkan karena ada titik terang seperti yang disampaikan RE Siahaan sebelumnya. (In)