SIANTAR, SENTERNEWS
Terkait diterapkannya lima hari sekolah untuk PAUD, SD dan SMP di Kota Siantar seperti yang dtetapkan Dinas Pendidikan, Kota Siantar, mengundang tanggapan dari Praktisi Hukum, Willy Sidauruk.
Melalui keterangan persnya, penerapan lima hari sekolah itu ditandai dengan terbitnya himbauan Dinas Pendidikan Kota Pematangsiantar, tanggal 18 juli 2025 No. 006/400.3.5/2010/VII-2025 tentang Penerapan 5 (Lima) Hari Sekolah bagi jenjang PAUD, SD, dan SMP.
“Surat Dinas Pendidikan itu pada dasarnya bersifat imbauan, bukan paksaan dan berdasarkan penelaahan hukum, isi surat itu merupakan menindaklanjuti imbauan Gubernur Sumatera Utara, dan bukan merupakan perintah koersif. Karena itu, tidak ada unsur pelanggaran hukum atau pemaksaan terhadap sekolah maupun orang tua murid,” tanda Willy, Jumat (24/07/2025).
Lebih lanjut dijelaskan, surat tersebut terdapat unsur Musyawarah dan Persetujuan Masyarakat. Namun, secara tegas, dalam surat tersebut dinyatakan , setiap penerapan kebijakan harus melalui pertemuan dengan komite sekolah dan orangtua, hasilnya dituangkan dalam berita acara.
“Ini menunjukkan bahwa prinsip partisipasi dan transparansi telah dijalankan, sesuai dengan asas good governance dan peraturan dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2017,” imbuhnya.
Point lain terkait surat Dinas Pendidikan itu, tidak ada Hak Konstitusional yang dilanggar. Kebijakan 5 hari sekolah tidak mengurangi jam belajar, tidak menghapus hari belajar anak, dan tidak membatasi akses anak terhadap pendidikan.
“Kebijakan itu justru mendukung program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) serta memberi ruang lebih luas untuk interaksi anak dan orangtua,” tegasnya.
Point ke empat, Tidak Ada Unsur Pidana maupun Maladministrasi, dari sisi hukum Tata Usaha Negara maupun pidana, tidak ditemukan pelanggaran.
“Selama surat tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan tidak mengandung unsur paksaan, maka tidak dapat dijadikan dasar tuduhan penyalahgunaan wewenang atau maladministrasi,” katanya lagi.
“Terakhir, saya memberi saran kepada Masyarakat atau mengjhimbau, khususnya orangtua, untuk bersikap objektif dan kritis namun konstruktif, serta menghindari narasi yang bersifat menyesatkan publik. Kritik adalah bagian dari demokrasi. Namun harus didasarkan pada pemahaman hukum dan fakta yang utuh,” beber Willy.
Terakhir, Willy membuat kesimpulan, Dinas Pendidikan Kota Pematangsiantar telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan koridor hukum dan prinsip partisipatif.
Karena itu, pihak-pihak yang merasa keberatan seharusnya menempuh jalur dialog atau mediasi. Bukan pembentukan opini sepihak di ruang publik yang dapat memecah kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan. (Rel/Ro)