SIANTAR, SENTER NEWS
Persaingan dalam hidup untuk mencari nafkah memang semakin sengit. Karenanya, harus pintar-pintar meski itu harus selalu menentang bahaya. Paling tidak itu, sudah dilakoni seorang penggalas, Rizal (53) yang harus menyambung hidup dari pohon ke pohon.
“Waktu masih anak muda, aku sudah jadi panggalas mencari buah-buahan di pohon-pohon punay warga,” ujar Rizal, warga Rambung Merah, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun saat memanjat pohon alpokat di salah satu Gang Jalan Gunung Simanuk-manuk, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar, Jumat (30/12/2022).
Bagi sebagian orang, memanjat pohon meski tinggi mungkin berbahaya. Tapi, itu suatu hal yang harus dilakukannya. Namun, tetap mengutamakan keselamatan. Misalnya menggunakan tali yang diikat ke badan dengan batang pohon.
“Mudah-mudahan, sampai sekarang belum pernah jatuh dari pohon,” ujar ayah dari 10 orang anak dan seorang istri yang harus dibiaya di rumah. Namun, sekarang anak sudah tinggal 8 orang karena dua orang sudah berumah tangga.
Hal yang paling menantang dilakukan, saat memanjat pohon kuine yang tinggi dan dipenuhi semut merah atau semut rangrang yang kalau menggigit, kulit memerah dan bendol-bendol. Bahkan, saat masuk ke mata, kelopak mata rasanya perih dan sulit untuk melihat.
Biasanya kalau ada semut rangrang, buah kuinenya selalu manis. Bahkan dijamin tidak busuk. Untuk mengantisipasi semut rangrang, Rizal harus membedaki badan dan abu bakaran kayu atau memoles sabun batangan ke bagian kaki dan tangan. Sehingga, semut enggan menggigit atau malah tak merayap ditubuh karena langsung jatuh.
Buah yang paling diintai, di antara alpukat, kuweni, mangga dan buah lain yang bernilai ekonomis. Untuk itu, Rizal tentu harus jeli. Saat masuk kampung keluar kampung wajib mengamati setiap pohon yang dilintasi. “Kadang kala mata harus seperti maling,” ujarnya tersenyum.
Kalau menemukan ada buah yang masih pentil, langsung menghubungi pemilik pohon dan membuat perjanjian supaya kalau buah siap dipetik, tidak dijual kepada penggalas lain. Untuk itu, sang penggalas biasanya memberi persekot atau uang muka kepada pemilik pohon.
Kalau ada buah yang siap dipetik, soal harga tentu harus disepakati dengan pemilik pohon. Ketika terjadi kesepakatan harga, buah baru dipetik. Namun, karena penggalas semakin banyak, persaingan selalu meningkat. Sedangkan untuk menaksir nilai buah di pohon, harus pintar-pintar. Sehingga, saat dijual harus mendapatkan untung.
“Sekarang saya sudah mulai tua, jadi tidak masuk kampung-kampung lagi seperti ke Simalungun, sekarang di Siantar saja, “ ujarnya sembari mengatakan bahwa keuntungan yang diperoleh tentu untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Termasuk menyekolahkan anak.
Pantauan Senter News, Rizal memang begitu piawai memanjat pohon. Bahkan, kaki dan tangannya seperti lengket di batang pohon. Dengan menggunakan galah yang ujungnya sudah dibuat kantongan dari jaring-jaring, satu persatu buah dipetik dan dimasukkan ke bekas goni pupuk.
“Beginilah pekerjaan sehari-hari untuk menghidupi keluarga,” ujar Rizal yang berhasil memetik buah alpukat sebanyak dua karung kecil. Kemudian, diangkut menggunakan sepeda motor yang sudah tergolong tua. “Ini mau dibawa ke Pajak Horas untuk dijual,” ujarnya berlalu. (In)