SIANTAR, SENTERNEWS
Soal polemik gula rafinasi berwarna kristal yang berdampak terhadap petani tebu dan berpotensi mengancam ketahanan pangan gula nasional serta berdampak pada kesehatan, belum diketahui Pemko Siantar.
“Kita belum ada menerima informasi dari pemerintah pusat terkait dengan dampak peredaran gula rafinasi yang saat ini tengah menjadi polemik di tingkat pusat,” kata Kadis Koperasi, UKM dan Perdangan serta Satgas Ketahanan Pangan Kota Siantar, Herbert Aruan, Selasa (30/09/2025).
Dijelaskan, gula rafinasi banyak beredar di Kota Siantar. Khususnya di pusat perbelanjaan moderen seperti super market dan mini market. Pasalnya, belum ada larangan khusus terkait peredaran gula rafinasi yang lebih beresiko mengundang diabetis dibanding gula biasa itu.
Kemudian, karena belum ada larangan secara resmi, Herbert Aruan mengatakan pihaknya masih bersifat passif.
“Kita belum ada melakukan pemantauan secara resmi bersama Tim Satgas Pangan Kota Siantar untuk meninjau dua distributor gula pasir di Kota Siantar,” kata Herbert Aruan sembari menunggu intruksi terkait gula rafinasi dari pemerintaha pusat.
Senada dengan pernyataan Sari Dewi Rizkiyani Damanik sebagai Sekretaris Satgas Kota Siantar yang juga Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Pemko Siantar. “Ya, informasi soal gula refinasi itu belum ada kita terima,” katanya singkat.
Seperti diketahui, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso kembali menyoroti praktik rembesan Gula Kristal Rafinasi (GKR) ke pasar konsumsi. Sehingga, temuan itu memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan GKR yang seharusnya hanya untuk industri makanan dan minuman.
“Satgas pangan terus melakukan pengawasan dan monitoring bersama dengan kementerian atau lembaga terkait untuk mengawasi distribusi dan penyebaran GKR di masyarakat,” tegasnya.
Diinformasikan, gula rafinasi adalah gula yang telah melalui proses pengolahan dan pemurnian dari gula kristal. Awalnya, produsen mengambil sari batang tebu yang disaring dengan kapur sirih untuk menghilangkan kotoran yang berasal dari proses pemanenan.
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan No.17,BN 2022 No.434, gula rafinasi hanya diperuntukkan bagi industri sebagai bahan baku atau zat tambahan dalam proses produksi.
Produsen juga dilarang menjual gula rafinasi kepada distributor, pedagang eceran, dan konsumen. Pasalnya, produk ini berpotensi menyebabkan sejumlah masalah kesehatan. (In)