SIANTAR,SENTERNEWS
Dengan mengusung puluhan truk berisi sampah dan memarkirkannya di depan kantor Walikota, seratusan tenaga kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Siantar, gelar unjukrasa untuk kembali menuntut kesejahteraan, Senin (245/3/2024).
“Kami datang bukan ingin menuntut kekayaan. Kami menuntut kesejahteraan karena gaji kami sangat tidak layak,” teriak Marson Butar-butar melalui pengeras suara di depan pintu gerbang kantor Walikota yang ditutup dan dijaga personel Kepolisian dari Polres Siantar dengan melakukan pagar betis.
Untuk memastikan kesejahteraan tenaga kebersihan tersebut, pengunjukrasa minta supaya dipertemukan dengan Walikota dr Susanti Dewayani SpA karena itu sudah dijanjikan Sekda Junaedi Sitanggang saat unjukrasa sebelumnya.
“Kami ingin bertemu dengan Ibu Walikota, Kami tidak ingin lagi bertemu dengan anak buah Ibu Susanti karena semua hanya omong kosong,” teriak Marson lagi disambut massa aksi lainnya dengan teriakan memanggil Walikota,” Mana Walikota, mana, temu kami,” .
Pernyataan massa aksi itu dibuktikan saat Junaedi Sitanggang, Kepala Dinas Kominfo Johannes Sihombing dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Arri Sembiring menemui pengunjukrasa yang mengenakan kaos seragam hijau bertuliskan LISA (Lihat Sampah Ambil).
“Kami hanya ingin bertemu Walikota,” kata massa aksi lagi saat Junaedi Sitanggang berusaha melakukan negoisasi dengan Marson Butar-butar yang ternyata sepakat dengan pengunjukrasa lainnya.
Akibat aksi yang sempat memakan badan jalan itu, arus lalulintas yang tergolong padat dengan kenderaan, sempat terganggu. Sehingga, Polisi personel lalulintas harus ekstra mengatur kenderaan agar tidak terjadi macet.

Sementara, tenaga kebersihan kembali menegaskan hanya Walikota yang ditunggu menerima aspirasi mereka. Kalau Walikota tidak juga datang, massa menyatakan siap menginap apalagi sudah membawa kompor dan tenda.
“Kemarin katanya Walikota tidak ada di tempat. Tapi, sorenya, Walikota malah ada menyerahkan bantuan kepada korban kebakaran. Jadi, jangan bohongi lagi kami,” ujar Marson yang tetap mendapat dukungan dari pengunjukrasa lainnya.
Kalau aksi sebelumhya tenaga kebersihan menyampaikan empat tuntutan. Kali ini malah menjadi lima tuntutan. Yakni, minta gaji Rp 50 ribu perhari dinaikkan sesuai Upah Miminim Kota(UMK). Kemudian, pembayaran THR yang sebelumnya hanya setengah bulan gaji, dibayar satu bulan. Selanjutnya, menuntut Jaminan Hari Tua (JHT) dan Kejahteraan.
“Tuntutan yang kami tambahi satu lagi menjadi lima, kami menuntut status. Karena, dari hasil pertemuan yang dilakukan di kantor Inspektorat beberapa hari lalu, status kami ternyata tidak jelas. Bukan Tenaga Honor. Bahkan pengadaan gaji kami justru berasal dari pengadaan barang dan jasa,” kata pengunjukrasa.
Karena kondisi itu, Kadis Lingkungan Hidup Kota Siantar, Dedy T Setiawan yang sudah tiba di lokasi aksi dikatakan menganggap bahwa selama ini para tenaga kebersihan hanya sebagai sampah.”Lima tuntutan itu akan kami sampaikan kepadaWalikota,” kata Marson lagi.
Sementara, Walikota yang ditunggu tidak kunjung hadir juga, para tenaga kebersihan akhirnya bertahan di depan pintu gerbang. Bahkan, dalam suasana terik panas matahari, ada mulai memasang tenda berwarna biru sambil tidur-tiduran.
Pada perkembangan selanjutnya, Junaedi Sitanggang didampingi Dedy T Setiawan sebagai kepala dinas Lingkungan Hidup (DLH) berusaha melakukan negoisasi lagi kepada pengunjukrasa dan sempaat menawarkan opsi bahwa Pemko siap menambah gaji tenaga kebersihan Rp 20 ribu sehingga menjadi Rp 70 ribu perhari.
Selanjutnya, kenaikan gaji sesuai UMK akan dipertimbangkan setelah pembahasan Perubahan (P) APBD Siantar 2024 pada pembahasan bulan Agustus mendatang. Ketika opsi itu disampaikan kepada pengunjukrasa, massa aksi menolak dan bersikukuh bertemu Walikota.
Namun demikian, pengunjukrasa ada yang mengatakan, kalau ada rencana kenaikan gaji tersebut, apa bisa dinyatakan secara tertulis pakai materai. Sehingga, itu bisa menjadi pegangan. “Ya, kami minta dituangkan di atas kertas pakai materai,” kata massa aksi.
Permintaan tersebut ternyata ditolak Junaedi Sitanggang karena itu juga tidak bisa menjadi pegangan. Masalahnya, kalau Junaedi Sitanggang tiba-tiba diberhentikan, pernyataan itu akan gugur dengan sendirinya. Akibatnya, massa aksi kembali menuntut supaya bertemu dengan Walikota. (In)