Catatan; Imran Nasution
Judul di atas mungkin menimbulkan tanda tanya apa maksudnya. Tapi, itu bukan pribahasa lama yang karena lamanya sampai terlupa. Bukan pula teka-teki main tebak kata. Atau bukan juga teka-teki silang yang jawabannya bisa saja menghilang.
Judul di atas tidak datang dari hembusan angin yang dikicaukan burung dari pohon tinggi. Kemudian menyebar ke delapan penjuru hingga akhirnya menjadi kabar angin yang kalau sekarang disebut hoax.
Judul di atas adalah fakta. Bukan dongeng horor siluman pengantar tidur penuh misteri karena ada yang mati tiba-tiba hidup hingga suasana jadi heboh tak karuan. Atau ada yang hidup tiba-tiba dimatikan karena memang harus mati.
Untuk lebih jelasnya, kalimat yang dijadikan judul itu menyuara dari gedung DPRD Siantar setelah APBD Siantar 2023 selesai dievaluasi Gubernur Sumut akhir Oktober 2022 lalu. Salah satu nomenklatur yang dievaluasi, anggaran Rp 80 miliar yang rencananya dijadikan sebagai penyertaan modal ke Bank Sumut, dikembalikan ke Pemko.
Rp 80 miliar itu, sebagian boleh digunakan untuk penyertaan modal pada perusahaan daerah. Dan, untuk pembangunan fisik yang bersententuhan langsung dengan kepentingan rakyat. Baik itu rakyat jelata maupun rakyat jelita sebagai sumber pembayar pajak.
Dari situasi dan kondisi itu, muncul pertanyaan, ada apa atau apa ada yang mati dihidupkan dan yang hidup dimatikan? Atau yang tadinya ada jadi tiada dan tiada jadi ada?
Ceritanya, suatu pagi yang tidak begitu cerah atau agak-agak mendung karena matahari enggan memancarkan sinarnya, ada suara sayup-sayup masuk ke ruang-ruang komisi DPRD Siantar (legislatif). Mengabarkan bahwa dari Rp 80 miliar itu, sekitar 20 miliar dikucurkan ke sejumlah dinas atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemko Siantar.
Ketika diselusuri legislatif melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan ditelisik melalui orang “dalam” di Pemko, Rp 20 miliar itu malah digunakan untuk non fisik dan non penyertaan modal yang semula tidak ada malah jadi ada. Kemudian, yang tadinya tak disetujui atau dimatikan malah dihidupkan.
Anggaran tersebut ditemukan di sejumlah OPD yang diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan dan di sejumlah bagian di sekretariat Pemko maupun di lingkungan Camat.
Padahal, anggaran itu tidak pernah dibahas apalagi disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPRD Siantar dan Tim Anggaran Pemerintah Darah (TAPD) Pemko Siantar. Sehingga, diistilahkan sebagai anggaran siluman.
Khusus kecamatan dan sudah terungkap, Rp 8 miliar dikucurkan ke delapan kecamatan se Kota Siantar dengan besaran Rp 800 juta sampai Rp 1,2 miliar per kecamatan yang selanjutnya diteteskan Rp 200 juta ke setiap kelurahan.
Saat RDP, para camat mengungkapkan kepada Komisi I DPRD Siantar bahwa anggaran tersebut digunakan untuk makan dan minum kegiatan serimonial atau proyek cakap-cakap. Padahal, itu sebelumnya tiada jadi ada.
Hal lain yang dimatikan atau tidak disetujui Komisi I dan diperkuat Banggar DPRD Siantar dan TAPD Pemko Siantar sebagai saksi, dana Rp 807 juta untuk asesmen 2023. Alasan tidak disetujui karena hasil asesmen 2021 saja belum dilaksanakan.
Selanjutnya, kalau ada anggaran yang disetujui Banggar tetapi dimatikan atau tidak ditampung, itu menyangkut pembangunan fisik usulan DPRD Siantar sebagai pokok pikiran (Pokir) yang diadopsi dari masyarakat untuk perbaikan atau pembangunan infrastruktur.
Artinya, sejumlah program untuk pembangunan fisik dari hasil Pokir itu, anggarannya tidak dialokasikan untuk ditindaklanjuti. Padahal, banyak drainase, jalan maupun fasilitas umum yang butuh perbaikan, akhirnya diabaikan.
*BERBAGAI ASUMSI*
Lantas dari berbagai pemaparan di atas bermunculan berbagai asumsi bahwa anggaran siluman yang sudah dimatikan tetapi dihidupkan, sebagai modal untuk membangun citra di tahun 2023 dan 2024 sebagai tahun politik menuju Pemilu Legislatif karena Wali Kota sekarang adalah Ketua Parpol.
Kemudian, kalau asumsi itu dicermati dengan mata telanjang, banyak yang bisa terungkap meski tetap masih menimbulkan tanya yang kalau dijawab tetap menuai tanya dan tanya. Namun, ada hipotesa bahwa anggaran siluman itu dikait-kaitkan dengan usaha mengejar target melanggengkan kekuasaan di eksikutif.
Pada dasarnya, para personel di DPRD Siantar yang terdiri dari perwakilan sejumlah partai politik, tidak akan tinggal diam dengan ada yang mati dihidupkan dan yang hidup dimatikan sebagai upaya meraih target kekuasaan di legislatif maupun dieksekutif.
Masalahnya, dalam waktu dekat, DPRD Siantar dipastikan memanggil OPD Pemko untuk memperjelas sejelas-jelasnya apakah anggaran yang sudah disepaktai untuk penyertaan modal perusahaan daerah dan untuk pembangunan fisik yang prioritas menyalahi atau tidak.
Kalau menyalahi tetapi eksekutif tetap mengedepankan ego, hubungan dengan legislatif yang juga kerap mengedepankan ego yang selama ini memanas, akan semakin memanas. Kalau dimana posisi rakyat yang telah mendudukkan para elite politik legislatif dan eksekutif itu?
Padahal, kalau menjelang Pemilu dan Pilkada tiba, rakyat disanjung puja. Setelah Pemilu selesai malah ditinggalkan. Ibarat mendorong mobil mogok! *(Penulis: Pemred Senter News)*