SIANTAR, SENTERNEWS
Wali Kota Siantar Priode 2005-2010, RE Siahaan yang menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rp 45 miliar, mengajukan tiga opsi perdamaian pada mediasi yang digelar Pengadilan Negeri Kota Siantar.
Seperti disampaikan RE Siahaan melalui Penasehat Hukum Daulat Sihombing usai menghadiri mediasi secara tertutup. Dipandu Hakim Mediator Rahmad Hasibuan dengan KPK sebagai tergugat I, Tergugat II Menteri Keuangan RI cq. Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Siantar dan Tergugat III, Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Mediasi tadi berlangsung sekitar satu jam lebih. Dihadiri Penggugat, RE Siahaan dan saya sebagai penasehat hukum, Tergugat III dan Tergugat I melalui virtual. Tergugat II, tidak hadir,” ujar Daulat Sihombing didampingi RE Siahaan, Rabu (27/9/2023) sekira jam 16.00 Wib.
Dijelaskan, pada mediasi itu, Penggugat menyerahkan resume mediasi kepada Hakim Mediator. Selanjutnya, diteruskan kepada Tergugat III dan Tergugat III melalui elektronik (video call).
Selanjutnya, Hakim Mediator memberi kesempatan kepada para Tergugat untuk mengajukan tanggapan terhadap resume pada persidangan mendatang, tanggal 11 Oktober 2023.
“Resume perdamaian Penggugat sebagai upaya tawaran terhadap perkara, terdiri dari tiga opsi,” ujar Daulat Sihombing.
Opsi Pertama, Tergugat I, II, IIl dan IV, mengembalikan kepada Penggugat sebagian objek tanah sekitar 298 meter berikut 3 unit bangunan ruko di Jalan Sutomo, Kota Siantar, kepada Penggugat. Sisanya atau 104 dari seluas sekitar 404 meter direlakan keapada para Tergugat.
Opsi Kedua, Para Tergugat membayar kerugian yang diderita Penggugat sebesar Rp 15 miliar sebagai konpensasi kerugian tanah dan bangunan sebagai objek sengketa.
Opsi Ketiga, Kalau Opsi Pertama dan Kedua tidak diterima para Tergugat, Penggugat akan membaayar atau mengembalikan uang hasil lelang rumah dan bangunan senilai Rp 6 miliar lebih kepada para Tergugat.
“Atau sebaliknya, para Tergugat mengembalikan objek tanah dan bangunan sengketa itu kepada Penggugat, “kata Daulat Sihombing sembari mengatakan, pada proses persidangan selanjutnya, para Tergugat diberi kesempatan menanggapi resume Penggugat.
Meski sidang selanjutnya tetap terbuka melalui video call, Daulat Sihombing berharap sidang dilakukan secara tatap muka secara fisik. Sehingga, bisa lebih leluasa berdiskusi. “Kalau tiga Opsi itu, Penggugat sudah bersikap sangat demokratis, kompromistis dan kooperatif. Karena, pembagian yang ditawarkan hampir fifty-fifty,” kata Daulat mengakhiri.
Terpisah, Hakim Mediator, Rahman Hasibuan yang juga juru bicara Pengadilan Negeri Kota Siantar mengatakan, ketentuan soal menghadiri mediasi secara audio visual diperbolehkan. ”Dari pihak KPK dilakukan video call. Dihadiri Tim Penasehat hukum bernama ibu Ida. Sedangkan pihak KPKNL tidak ada informasi meski kita sudah menunggu. Tapi tetap kita lanjutkan karena jadwal mediasi, resume dari Penggugat,” kata Rahman Hasibuan.
Sedangkan dokumen resume Penguggat kepada Tergugat yang tidak hadir diminta disampaikan pihak Tergugat yang hadir.
Pada sidang selanjutnya, soal tiga Opsi yang diajukan Penggugat, Pihak Tergugat diminta memberi tanggapan. Apakah menerima usulan perdamaian yang diajukan Penggugat. Atau, Tergugat akan mengajukan opsi juga.
“Makanya, pada pertemuan berikutnya, kedua belah pihak akan membahas keinginan mana yang disepakati atau ada yang ditambahi atau dikurangi. Kalau tidak sepakat, akhirnya upaya mediasi gagal,” katanya Rahman Hasibuan mengakhiri.
Sekedar informasi, RE Siahaan menggugat KPK Rp 45 miliar lebih karena para Tergugat melakukan pelanggaran hukum. Melakukan penyitaan terhadap rumah warisan mertua yang disertifikatkan atas nama RE Siahaan, sebelum menjabat sebagai Wali Kota priode 2005-2010. Lokasinya di Jalan Sutomo, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar.
Padahal, RE Siahaan bersedia menjalani hukuman 8 tahun sebagai putusan tetap, dan 4 tahun lagi karena tidak bisa membayar uang pengganti Rp 7,7 miliar.
Dalam surat Perintah Penyitaan ada perubahan redaksi menjadi, “Jika tidak membayar uang pengganti Rp 77,7 miliar paling lama satu bulan setelah putusan, harta benda RE Siahaan dapat disita Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.
KPK RI, Tergugat I dalam perbuatan melawan hukum itu, pihak yang melakukan penyitaan atau perampasan terhadap objek tanah yang di atasnya bangunan milik RE Siahaan. Padahal, tidak ada dalam putusan pidana.
Tergugat II Menteri Keuangan RI cq. Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Siantar melakukan pelelangan terhadap objek rumah milik RE Siahaan atas permintaan KPK.
Sedangkan keterlibatan Tergugat III BPN Kota Siantar, mengubah sertifikat tanah milik RE Siahaan atas nama Esron Samosir sebagai Tergugat IV yang membeli atau pemenang lelang. (In)