SIANTAR,SENTER NEWS
Permasalahan lahan sengketa di jalan Gunung Simanuk-Manuk, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar yang diklaim milik Wesly Silalahi untuk dilakukan pemagaran oleh kelompok massa sehingga nyaris terjadi bentrok sangat disesalkan, Lilis Suryani Daulay sebagai pengelola lahan.
Kekesalan tersebut juga disampaikan kepada Kapolres Siantar AKBP Yogen Heroes Baruno dan para personel lain yang datang hampir bersamaan dengan ratusan massa atas nama Wesly Silalahi. Padahal, lahan itu masih berperkara di Pengadilan Negeri Kota Siantar.
“Kita bersengketa bukan dengan Wesly Silalahi, melainkan dengan Ng SokAi. Sekarang sudah menjalani proses persidangan Pengadilan Negeri Kota Siantar,” kata Lilis Suryani didampingi Penasehat Hukum Rudi Malau, Minggu (15/10/2023).
Rudi Malau mengatakan, sebelumnya pihak Lilis Suryani telah mengajukan gugatan ke PTUN terhadap Ng Sok Ai terkait kepemilikan sertifikat lahan tersebut. “Hasil PUTN kita dimenangkan,” ujar Rudi.
Selanjutnya, pihak Ng Sok Ai mengajukan banding ke PT TUN. Namun, hasilnya tetap seperti putusan PTUN. Artinya, sertifikat Ng Sok Ai dibatalkan. Selanjutnya, Ng Sok Ai mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, juridis fakta dan gugatan tak diterima. Kemudian mengajukan peninjauan Kembali (PK). Hasilnya tetap seperti Kasasi.
“Pihak Ng Sok Ai meminta hakim untuk mengembalikan sah SHM mereka No 47 dan No 7. Tapi, ditolak hakim. Dan, hakim mengadili sendiri dengan pertimbangan objek hak kepemilikan,” katanya lagi.
Untuk itu, Rudi Malau mengatakan bahwa hakim menyarankan kasusnya diajukan peradilan perdata tentang hak kepemilikan. “Makanya kita sudah ajukan perdata di Pengadilan Negeri Siantar. Saat ini masih dalam persidangan,” ujarnya.
Rudi Malau juga menjelaskan, ada beberapa catatan penting saat proses persidangan di PTUN tahun 2021 dan PT TUN tahun 2022 soal kepemilikan tanah I Jalan Gunung Simanuk-manuk, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat seluas 2.870 M2 itu.
“Sejarah dari kepemilikan tanah itu panjang. Diawali sejak tahun 1947 dan itu terungkap pada persidangan di PTUN, lengkap dengan keterangan sejumlah saksi yang mengetahui sejarah tanah tersebut,” kata Rudi.
Dijelaskan, tahun 1947, tanah dikuasi Alm Soedjono yang menikah dengan Siti Kaminah. Kemudian, salah seorang anak kandung dari kedua pasangan yang sudah meninggal itu adalah Sulastri (90), menikah dengan Alm Mansur Daulay. Kemudian, keduanya melahirkan Lilis Suryani Daulay.
“Saat masih hidup, Alm Soedjoeno tinggal di Jalan Gunung Simanuk- manuk, Tepat di depan Taman Hewan, Kota Siantar yang saat itu masih hamparan tanah kosong,” kata Rudi Malau sembari saat masa penejajahan Belanda, ada dibangun rumah yang sebahagian Rumah Sakit Tentara.
Sebelum meninggal tahun 1968, Alm Soedjoeno bertugas sebagai Polisi sejak zaman Belanda. Bahkan, merupakan orang pertama yang membuka Taman Hewan. Salah satu bukti, tangga-tangga di Taman Hewan itu merupakan hasil kerajinan tangan Alm Soedjoeno.
Alm Soedjoeno juga dipercaya menjadi mandor besar di Taman Hewan, Pasar Horas dan Rumah Potong Hewan. Bahkan di masa penjajahan Belanda itu, Alm Soedjoeno pernah ketahuan mencuci Bendera Merah Putih.
Akibatnya, pihak Belanda menghukumnya dengan dimasukkan ke kandang harimau. Karena, Alm Soedjoeno dapat menjinakkan semua hewan, dipercayakan tinggal di rumah yang berada di lahan yang saat ini menjadi objek sengketa.
Sepeninggalan Alm Soedjoeno, lahan yang menjadi objek sengketa turun- temurun dikuasai keturunan Alm Soedjoeno. Kemudian, terjadi peralihan lahan pertanian menjadi berjualan kelontong dan rumah makan dan usaha lainnya oleh keturunan dari Alm Soedjoeno.
Lantas bulan Maret tahun 2021, muncul sertifikat yang diakui milik Ng SokAi. Sehingga, alasan itu juga keturunan Alm Soedjoeno mengajukan gugatan ke PTUN Medan. Dari 12 orang keturunan Alm Soedjoeno, Lilis Suryani Daulay dipercayakan untuk menempuh jalur hukum.
Dilanjutkan dengan menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menerbitkan sertifikat di lahan objek sengketa melalui tim kuasa hukum Netty Simbolon SH MH, Rudi Malau SH dan Jamaden Purba SH ke PTUN Medan.
Hasil sidang di lapangan, banyak ditemukan fakta yang menguatkan gugatan Penggugat Lilis Suryani. Antara lain Tergugat Intervensi salah menunjukkan batas tanahnya, Batas- batas tanah tidak sesuai di sertifikat dengan fakta letak tanah di lapangan.
“Fakta-fakta itu semakin memperjelas ketika dilakukan Sidang Lapangan. Adanya 2 sertifikat dalam 1 objek tanah. Pembubuhan tanda tangan pada 2 sertifikat yang diterbitkan pejabat terkait, tidak pernah diketahui Lilis Suryani Daulay dan keluarga. Padahal, lahan sebagai objek sengketa itu selamanya ini dikuasai keturunan Alm Soedjoeno,” beber Rudi.
Dijelaskan juga sejumlah saksi- saksi menyatakan bahwa lahan tersebut dikuasi Alm Soedjoeno semasa hidupnya. Bahkan yang menjadi kekuatan dalam bukti surat tahun 1968 ditandatangani langsung Alm Soedjoeno yang mengatakan bahwa lahan dikuasai sejak tahun 1947. Ada juga bukti surat lainnya dibubuhi materai Rp 25, dan Rp 35.
Dijelaskan juga, saat dilakukan persidangan di PTUN tahun 2021, salah seorang saksi, Riadi (60) yang semasa kecil sampai remaja tinggal di Jalan Gunung Simanuk-manuk, bercerita tentang keberadaan lahan yang sudah dikelola Alm Soejoeno.
“Bapak Riadi yang sekarang tinggal di Langkat mengatakan, saat masih remaja sering bermain sepakbola bersama teman sebayanya menggunakan bola jeruk bali karena lahan itu ditanami jeruk bali. Tapi kalau ketahuan dengan Alm Soejoeno mereka langsung dimarahi dan berlarian meninggalkan lahan yang menjadi objek sengketa itu,” beber Rudi Malau.
Kemudian, kalau ada informasi miring yang berkembang di kalangan pihak tertentu, informasi tersebut menurut Rudi jelas keliru dan tidak mengetahui sejarah. Apalagi lahan tersebut masih berperkara di Pengadilan Negeri Siantar.
“Jadi, pihak yang kita hadapi di Pengadilan Negeri Siantar adalah Ng SOk Ai. Bukan Wesly Silalahi. Kita lihat nanti sidang kedua minggu depan, akan ada hal-hal lain terungkap,” ujarnya mengakhiri. (In)