SIANTAR, SENTER NEWS
Pengadilan Negeri Kota Siantar gelar sidang lapangan terkait dengan gugatan RE Siahaan sebesar Rp 45 miliar kepada para KPK sebagai Tergugat I, Tergugat II Biro Hukum Kementrian Keuangan dan Tergugat III Menteri Keuangan RI. Badan Pertanahan Nasional, Rabu (20/12/2023) sekira jam 11.00 Wib.
Sidang lapangan untuk meninjau objek perkara rumah dan bangunan milik RE Siahaan di Jalan Sutomo, Kota Siantar itu sempat molor satu jam. Sementara, sebelum sidang digelar jam 10.00 Wib, RE Siahaan sebagai Penggugat didampingi penasehat Hukum menyatakan bahwa KPK telah merampas rumah dan bangunan miliknya.
“Berdalih hukum KPK rampas asset RE Siahaan. Perampasan sepadan dengan tindak pidana korupsi,” kata Daulat Sihombing didampingi RE Siahaan saat menanti kehadiran Majelis Hakim untuk melakukan sidang lapangan.
Sebelum dilakukan penyitaan yang diistilahkan Daulat Sihombing sebagai perampasan itu, sidang pada tingkat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT) dan putusan Mahkamah Angung (MA) menguatkan putusan dan ada keputusan lain soal penyitaan.
“Kalau putusan di semua tingkatan tidak ada yang dipalsukan atau semua sama. Tapi ketika implementasi surat perintah penyitaan KPK, ada menyadur putusan MA yang berbeda,” kata Daulat Sihombing.
Dijelaskan, pada penyitaan asset RE Siahaan ada penambahan beberapa frase atau redaksi terhadap amar putusan berkaitan dengan uang pengganti Rp miliar yang apabila tidak dibayar dikenakan penjara 4 tahun dan RE Siahaan malah menjalani hukuman 4 tahun tersebut.
”Itu yang dirobah jadi berbeda. Sehingga muncul penafsiran baru. Harta benda milik RE . seolah-olah terkait dengan tindak pidana korupsi. Padahal, itu tidak ada pada penyidikan, penuntutan maupun putusan,” tegas Daulat Sihombing.
Sementara, RE Siahaan mempertegas lagi, putusan PN, PT dan MA yang dieksekusi KPK 27 Maret 2013, dikatakan bila mana tidak dibayar dalam tempo satu bulan, maka diganti pidana 4 tahun dan itu dikatakan sudah selesaia atau tidak ada masalah karean RE menjalani hukuman tambahan karena tidak membayar uang pengganti.
“Saat dua setengah tahun saya menjalani hukuman di Rutan , rumah malah disita. Itu masalahnya. Tapim sebelum penyitaan, saya diminta untuk menandatanganinya dan dengan tegas saya tolak karena tidak berdasarkan hukum,” beber RE Siahaan.
Setelah putusan dieksikusi dan RE menjalani hukuman tambahan, menurutnya sudah selesai dan tidak ada lagi putusan maupun surat menyurat. Tidak ada lagi sita menyita berdasarkan surat KPK tahun 2015. Karena KPK dengan tegas menyatakan, tidak membayar uang pengganti satru bulan setelah putusan, maka dipidana 4 tahun.
“Saat saya di dalam Rutan, rumah itu sudah pindah tangan. Padahal, sertifikat tanah ada pada saya. Saya tidak menyaksikan penyitaan rumah itu. Setelah saya selesai menjalani masa hukuman, kebetulan tiba Covid-19, setelah itu baru saya melakukan gugatan,” beber RE.
Dijelaskan juga, pembuktian surat berita acara pelaksanaan putusan atas vonis PN tahun 2013, sama sekali tidak dikeluarkan KPK dalam pembuktian dan yang doiserahkan kepada Kantor lelang malah surat yang sudah berubah dari putusan MA. Surat yang berubah itu tahun 2015. Dan penyitaan tumah dilakukan tahun 2016.
“Putusan MA yang memperkuat putusan PN dan PT Tahun 2013 itu sudah bekekuatan hukum tetap atau inkrah dan tidak ada lagi putusan di atas inkrah. Kalau ada lagi putusan di atas inkrah, berarti itu melawan hukum,” katanya.
“Bahkan , dalam persidangan gugatan saya di PN Siantar, surat putusan tahun 2013 itu tidak diserahkan KPK sebagai bukti. Apakah itu disembunyikan atau segala macam, saya tidak mengetahui,” ujar RE Siahaan.
Lebih lanjut dijelaskan, saat penyerahan RE Siahaan ke Rutan sebagai terpidana surat tahun 2013 itu juga tidak ada diserahkan ke kantor lelang. Sehingga, itu menurutnya sangat luar biasa. Harusnya, surat tahun 2013 itu ada di kantor lelang. Karena tidak ada tetapi yang ada surat tahun 2015, maka dilakukan pelelangan terhadap asset milik RE.
”Kenapa surat tahun 2013 itu tidak diserahkan kepada kantor lelang?” tanya RE Siahaan seperti terperangah yang kembalai menyatakan bahwa surat penyitaan tahun 2015 sangat berbeda dengan putusan MA tahun 2013 . “Jadi, kalau mengamati dinamika itu, saya optimis rumah dan lahan milik saya akan kembali,” imbuhnya.
TINJAU OBJEK PERKARA
Usai berbincang-bincang dengan berbagai dinamika tentang penyitaan lahan dan rumah milik RE Siahaan yang dinilai sangat kontroversial, akhirnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Siantar tiba di lokasi objek sengketa perkara.
Sidang lapangan dipimpin Majelis Hakim Ketua, Reni Pitua Ambarita didampingi hakim anggota Katerina dan Naswi Firdaus. Turut dihadiri RE Siahaan didampingi Daulat Sihombing sebagai Penggugat. Hadir juga pihak Tergugat I KPK, Tergugat II Biro Hukum Kementrian Keuangan dan Tergugat III Menteri Keuangan RI. Badan Pertanahan Nasional.
Setelah sidang dilakukan secara terbuka di depan objek perkara yang sudah berubah menjadi tiga rumah toko (Ruko) bertingkat, dipastikan bahwa obek perkara memang ada. Dan, itu diakui pihak penggugat dan para Tergugat.
“Karena objek perkara memang jelas ada , berarti persidangan tetap akan dilanjutkan pada tanggal 3 Januari 2024 mendatang dengan menghadirkan saksi dari pihak Penggugat,” kata Majelis Hakim Ketua, Reni Pitua Ambarita mengakhiri sidang lapangan. Dan, sidang akan dilanjutkan, Rabu 3 Januari 2023 dengan agenda menghadirkan dua saksi dari pihak penggugat.
Terpisah, Daulat Sihombing mengatakan dua orang saksi yang akan dihadirkan, ahli hukum pidana dan ahli lelang. Kalau soal ketidak hadiran Tergugat IV sebagai pemenang lelang, dikatakan tidak ada pengaruh terhadap proses pengadilan dan sidang lapangan.
Diinformasikan, dalam gugatan RE Siahaan sebesar Rp 45 miliar dijelaskan, KPK sebagai Tergugat I dalam perbuatan melawan hukum itu dikatakan, pihak yang melakukan penyitaan atau perampasan terhadap objek tanah yang di atasnya bangunan milik RE Siahaan. Padahal, tidak ada dalam putusan pidana.
Tergugat II Menteri Keuangan RI cq. Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Siantar melakukan pelelangan terhadap objek rumah milik RE Siahaan atas permintaan KPK.
Terkait keterlibatan Tergugat III BPN Kota Siantar, mengubah sertifikat tanah milik RE Siahaan atas nama Esron Samosir sebagai Tergugat IV yang sejak awal tidak pernah hadir, pada persidangan, sebagai pembeli atau pemenang lelang. (In)