SIANTAR,SENTER NEWS
Sidang gugatan RE Siahaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembaga lainnya yang kembali digelar Pengadilan Negeri Kota Siantar berlangsung hangat dan penuh dinamika, Rabu (17/1/2024).
Sidang dipimpin Majelis Hakim Ketua, Reni Pitua Ambarita didampingi Hakim Anggota Katerina dan Naswi Firdaus, dihadiri Penggugat RE Siahaan melalui Penasehat Hukum, Daulat Sihombing dan Miduk Panjaitan.
Kemudian, dihadiri KPK (Tergugat I), Tergugat II Menteri Keuangan RI cq. Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan Tergugat III BPN Kota Siantar. Agenda persidangan, mendengar keterangan saksi ahli, Asmi Syahputra dari pihak KPK.
Awalnya, pihak KPK mempertanyakan berbagai hal terkait ketentuan hukum soal pokok gugatan kepada Saksi Ahli berprofesi, dosen Universitas Trisakti Jakarta itu menjawab berbagai pertanyaan yang disampaikan pihak Tergugat.
Saksi Ahli mengatakan, hakim boleh menambah hukuman tambahan yang diantara seperti uang pengganti. Namun, apa yang tertuang dalam amar putusan hakim, itu yang dilaksanakan. “Kegiatan penyitaan harus hasil keputusan hakim, tidak boleh dibelokkan. Kalau itu terjadi maka batal demi hukum,” kata Asmi Syahputra menjawab pertanyaan pihak KPK.
Dijelaskan, penyitaan yang dilakukan terhadap terpidana yang diputuskan hakim harus barang milik terpidana sendiri yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Kemudian, ketika pihak KPK mempertanyakan soal pelelangan, Saksi Ahli enggan menjawab.
“Saya bukan ahli soal pelelangan tetapi soal pidana,” uajr Asmi Syahputra yang mendapat dukungan dari Majelis Hakim agar pihak KPK tidak mempertanyakan hal di luar dari pokok perkara dan terkait dengan keahlian saksi saja.
Selanjutnya, Penasehat Hukum Penggugat melalui Daulat Sihombing mempertanyakan berkaitan pokok perkara. Antara lain, kalau sudah membayar uang pengganti apakah boleh dilakukan penyitaan?
“Misalnya, hukuman pokok terpidana 8 tahun dan denda Rp 7,7 miliar sebagai uang pengganti. Kalau uang pengganti tidak dibayar maka dikenakan hukuman tambahan 4 tahun, Jadi akhirnya terpidana menjalani hukuman 12 tahun. Apakah boleh dilakukan penyitaan?” tanya Daulat
Menjawab pertanyaan itu, kalau hukuman tambahan tidak dibayar dan menjalani hukuman tambahan, tidak dilakukan lagi penyitaan.
Daulat bertanya lagi, kalau harta benda yang disita tidak disebut dalam putusan namun akhirnya muncul surat perintah penyitaan, bagaimana itu? Lantas, Saksi Ahli dengan tegas menyatakan bahwa putusan tidak boleh dirobah.
“Putusan tidak boleh dirobah, kalau ada perubahan yang substantif, itu pemalsuan,” kata Saksi Ahli yang sempat membuat sejumlah warga termasuk RE Siahaan yang menghadiri persidangan mengacungkan jempol atas pernyataan Saksi Ahli.
Miduk Panjaitan, Penasehat Hukum Penggugat sempat meminta Majelis Hakim memperlihatkan adanya perbedaan amar Putusan Hakim dengan eksiksusi pernyitaan yang dilakukan KPK terhadap harta benda RE Siahaan yang telah berubah.
Ternyata, antara penyitaan pihak KPK tidak sesuai Putusan Hakim karena ada penambahan tujuh kata. Sementara, Saksi Ahli juga menyatakan, harta benda yang terblokir tidak boleh disita.
Selanjutnya, dipertegas lagi kalau uang pengganti tidak dibayar satu bulan Rp 7,7 miliar lebih, maka diberi hukuman tambahan selama 4 tahun dan itu sudah dijalani, tentu tidak ada lagi penyitaan, Saksi Ahli menyatakan setuju. “Itu pertanyaan berulang, itu sudah klier,” tegas Saksi Ahli.
Usai persidangan dan dilanjutkan pekan depan, agendanya pengajuan saksi ahli lagi dari KPK.
OPINI SAKSI AHLI
Daulat Sihombing dan Miduk Panjaitan didampingi RE Siahaan, mantan Walikota Siatar Priode 2020-2015 usai persidangan mengatakan, Saksi Ahli banyak tidak menjelaskan dasar hukum yang dipertanyakan. Tetapi, cendrung hanya menjawab dengan opini.
Kemudian, soal peristiwa hukum tuntas berkekuatan hukum tanggal 25 Oktober 2012. Namun yang dipakai dasar penyitaan harta benda RE Siahaan, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang berlaku 31 Desember 2014.
“Jadi itu tidak ada kepastian hukum dan Saksi Ahli mengatakan begitu. Tapi, rentang waktu dua tahun antara putusan pengadilan dengan penyitaan, menunjukkan bahwa Perma No 5 Tahun 2014 tidak relevan dan tidak berkorelasi dengan penyitaan. Karena, saat penyitaan dilakukan, belum ada Perma.
Terkait tanah dan bangunan milik RE yang diblokir dan tidak boleh dipindahtangankan seperti disampaikan Saksi Ahli yang malah dilelang pihak KPK itu juga menyalahi. “Sejak dilakukan penyelidikan terhadap kasus korupsi terhadap RE Siahaan, lahan dan bangunan milik RE sudah diblokir,” ujar Daulat mengakhiri.
Seperti diketahui, dalam gugatan RE Siahaan sebesar Rp 45 miliar dijelaskan, KPK sebagai Tergugat I dalam perbuatan melawan hukum dikatakan, pihak yang melakukan penyitaan atau perampasan terhadap objek tanah yang di atasnya bangunan milik RE Siahaan. Padahal, tidak ada dalam putusan pidana.
Tergugat II Menteri Keuangan RI cq. Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Siantar, melakukan pelelangan terhadap objek rumah milik RE Siahaan atas permintaan KPK.
Terkait keterlibatan Tergugat III BPN Kota Siantar, mengubah sertifikat tanah milik RE Siahaan atas nama Esron Samosir sebagai Tergugat IV yang sejak awal tidak pernah hadir, pada persidangan, sebagai pembeli atau pemenang lelang. (In)