SIANTAR,SENTERNEWS
Pekerjaan Rumah (PR) Walikota Siantar untuk menyelesaikan masalah Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Siantar, tampaknya masih harus menjalani proses panjang untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Sementara, soal RTRW tersebut sangat berkaitan dengan pengembalian 400 hektar areal kota Siantar yang masuk ke Kabupaten Simalungun. Sehingga, tidak lepas dari bagaimana arah pembangunan kota Siantar ke depan.
Kepala Bappeda Kota Siantar Dedy Harahap mengatakan, soal revisi RTRW Kota Siantar itu sudah diajukan kepada Kementrian Dalam Negeri. “Tapi, belum ada jawaban kapan dibahas,” katanya, Sabtu (27/1/2024).
Pengajuan revisi RTRW disampaikan melalui Rapat Koordinasi Lintas Setoral (Rakor Linsek) bersama Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan pertanahan Nasional (ATR/BPN) di The Tribrata Conventin, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2024).
Rakor memiliki agenda Pembahasan Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Raperkada) tentang RDTR yang disusun melalui Anggaran Belanja Tambahan Bagian Angaran Bendahara Umum Negara (ABT BA BUN).
Rakor digelar sehubungan dengan Surat Permohonan Persetujuan Substansi dari kepala daerah serta memperhatikan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
“Pada Rakor itu, pagi harinya Ibu Walikota mengajukan soal revisi RTRW Kota Siantar kepada Kementrian ATR. Siang harinya sudah disinggung Kemendagri tapi belum final karena ada 49 kabupaten dan kota yang juga mengajukan soal revisi tapal batas,” kata Dedy.
Dijelaskan, soal tapal batas Kota Siantar sudah ditetapkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 109 Tahun 2022 dengan luas, 7.500 hektar. “Karena banyak yang mengajukan soal tapal batas, Mendagri belum bisa menjawab. Jadi, kita masih menunggu,” kata Dedy lagi.
Sementara, Imanoel Lingga anggota DPRD Siantar dari Komisi III yang membidangi pembangunan dan RTRW Kota Siantar mengatakan, areal kota Siantar sesuai Perda No 1 Tahun 2013 seluas 7.900 hektar. Untuk itu, DPRD Siantar sudah beberapa kali mendesak Walikota agar mengembalikan lahan seluas 4000 hektar yang masuk ke kabupaten Simalungun itu.
“Walikota sudah berkomitmen kepada DPRD Siantar untuk mengembalikan lahan kota Siantar yang masuk ke Kabupaten Simalungun yang permasalahannya sudah berlarut-larut. Tapi, Walikota belum juga berhasil dan , lahan 400 hektar itu harus segera dikembalikan ke Siantar,” ujarnya.
Terkait belum disahkannya RTRW, karena 400 hektar lahan kota Siantar yang masuk ke Kabupaten Simalungun, itu menjadi tanggungjawab Walikota. Sehingga, rancangan Perda RTRW yang sempat ditolak DPRD Siantar tahun 2023 dapat diajukan kembali ke DPRD Siantar.
Dengan belum jelasnya soal RTRW Kota Siantar, arah pembangunan Kota Siantar menurut Imanoel Lingga memang jadi kendala. Karena itu juga, para investor enggan atau ragu menanamkan modal di Kota Siantar.
“Bukan soal investor saja ragu, APBD Kota Siantar malah sudah dikeluarkan untuk membangun sarana dan parasana di areal 400 hektar yang masuk ke Kabupaten Simalungun itu. Ini jelas sangat merugikan keuangan Kota Siantar,” ujar Imanoel lagi.
Karenanya Pemko Siantar harus mengutus pejabat terkait untuk menyusul ke Kemendagri agar tidak hanya sekedar menunggu. Terlepas dari jawaban Mendagri banyak kabupaten dan kota lain mengajukan revisi sol tapal batas, Pemko Siatar harus lebih jeli menyusulnya.(In)