SIANTAR, SENTERNEWS
Karena tak sesuai ornamen Simalungun, para pemangku adat dan cendikiawan dari Partuha Maujana Simalungun (PMS) protes keras atas pembangunan Rumah Tradisional Etnis Simalungun di anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
“Pembangunan rumah tradisional itu menyalahi dan jauh dari harapan karena tidak menggambarkan adat budaya Simalungun sesungguhnya,” ujar Ketua Umum DPP PMS, Dr Sarmedi Purba SpOG kepada sejumlah jurnalis di Siantar Hotel, Senin (5/2/2024).
Dr Sarmedi Purba SpOG turut didampingi sejumlah tokoh adat Simalungun dan aristek serta tim advokasi PMS. Diantaranya, Hotman Damanik, Rohdian Purba, Djapaten Poerba, Pdt Benyamin Sinaga dan Agus Purba sebagai Tim Advokasi PMS.
Dijelaskan, saat pelaksana melakukan pembangunan, tidak diberitahu kepada PMS sebagai pemangku adat. Sehingga, terkesan tertutup atau tidak terbuka. Selanjutnya, PMS melihat pembangunannya tampak tanda-tanda tidak menggambarkan etnis Simalungun.
Karena itu, PMS melakukan peninjauan langsaung dan melakukan pertemuan yang difasilitasi Badan Penghubung dari Sumatera Utara, tertanggal 28 Agustus 2023. Turut dihadiri para tokoh dari Simalungun dan pejabat maupun arsitek dari Simalungun sebagai Tim Ahli Cagar Budaya yang bersertifikat.
Saat itu, PMS bersama tim sudah memberi berbagai masukan. Namun, apa yang disampaikan malah diabaikan.Terbukti, setelah pembangunan yang dananya bersumber dari APBD Sumatera Utara tahun 2023 itu hampir selesai, banyak menyalahi.
“Kita bukan mau cari ribut. Karena, kalau menyalahi, itu sama saja dengan penghinaan terhadap etnis Simalungun ,” ujar Dr Sarmedi lagi sembari mengatakan, PMS telah menyurati pihak TMI dan Badan Penghubung Sumatera Utara, tetapi tidak ada tanggapan.
Ditegaskan juga, PMS siap berjuang agar bangunan rumah tradisional itu ditinjau kembali atau dibongkar untuk dirobah sesuai dengan ketentuan. Kalau soal anggaran diharap dapat ditampung dalam Perubahan (P)APBD Sumatera Tahun 2024 mendatang.
“Bila perlu melakukan aksi unjuk rasa. Namun, dalam waktu dekat, ada juga upaya kita menemui Gubernur Sumut atau melakukan lobby dengan tokoh-tokoh Simalungun di DPR RI,” kata Sarmedi Purba.
Sementara, Hotman Damanik sebagai Ahli Cagar Budaya dan Aritektur Ragam Hias mengatakan, hal yang tidak sesuai ketentuan terkait rumah tradisional Simalungun itu sangat fatal dan tidak sesuai tipe Piner Horbou.
Kekeliruan itu ada pada bangunan struktur, aristektur dan lainnya seperti ornamen ragam hias, bentuk bentuk sakral dan bentuk pendukung lainnya. “Sedangkan berbagai data mengenai rumah tradisional yang disampaikan kepada pihak terkait tidak dijadikan petunjuk pelaksanaan perencanaan maupun pelaksanaan kontruksi di lapangan,” bebernya.
Ditegaskan lagi, rumah tradisional itu terkait dengan nilai-nilai luhur adat budaya suku Simalungun yang berjati diri dan beridentitas sebagai salah satu suku di nusantara. Dan bangunan itu juga akan menjadi warisan suku Simalungun kelak secara adat, budaya dan akan tetap terwariskan kepada generasi mendatang.
Sebelumnya, Agus Purba sebagai Tim Advokasi PMS mengatakan, soal keberagaman aneka suku dan budaya di Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi salah satu kunci dalam keberhasilan Indonesia merangkum setiap perbedaan menjadi semboyan Bhineka Tunggal Ika.
“Konsep pembangunan TMII dan diperkuat dengan adanya undang-undang No 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan yang disahkan pemerintah sebagai acuan legal formal pertama untuk mengelola kekayaan budaya Indonesia,” ujarnya. (In)