Rancangan APBD Siantar 2023 kembali gagal dibahas. Masalahnya, selain kehadiran anggota DPRD Siantar tidak korum, Wali Kota juga tidak hadir. Kalau tidak juga dibahas sampai batas waktu ditentukan, bakal tak gajian selama 6 bulan, Rabu (16/11).
Seyogianya, rapat paripurna pembahasan Rancangan APBD Siantar 2023 yang dipimpin
Ketua DPRD Siantar, Timbul Marganda didampingi Wakil Ketua, Mangatas Silalahi dan Ronald Tampubolon, berlangsung sekira Jam 10.00 WIB. Namun karena kehadiran para anggota dewan masih sepi, terpaksa molor setengah jam.
Kemudian, setelah rapat dibuka dan pimpinan rapat membacakan daftar hadir, dari 30 dewan yang hadir hanya 16 orang. Sehingga tidak korum. Selanjutnya, rapat diskors untuk kedua kali. “Karena belum korum, kita skors paling lama 1 jam,” ujar Timbul Marganda Lingga mengetuk palu tiga kali.
Ternyata, setelah rapat kembali dibuka, anggota DPRD Siantar Daud Simanjuntak langsung melakukan intruksi dengan mempertanyakan kehadiran Wali Kota Siantar dr Susanti Dewayani. “Sampai saat ini, Wali Kota belum juga hadir. Kemana Wali Kota?” tanyanya.
Menanggapi intruksi tersebut, Ketua Timbul langsung mempersilahkan Sekda Budi Utari yang duduk di kursi bagian belakang pimpinan dewan. “Disini ada Sekwan, langsung saja kita persilahkan pihak Pemko menjawab,” kata Timbul Lingga.
Ternyata, Sekda Budi Utari mengatakan, Wali Kota berada di luar kota. “Kami sampaikan pada forum ini, Ibu Wali Kota melakukan perjalanan dinas ke Jakarta. Itu sudah teragenda sebelumnya,” ujar Budi.
Menanggapi pernyataan Budi Utari, Timbul Marganda Lingga mengatakan kehadiran Wali Kota dalam pembahasan Rancangan APBD 2023 merupakan keharusan. Untuk itu, rapat paripurna tersebut sempat hening.
Di antara keheningan tersebut, Wakil Ketua Mangatas Silalahi mempertanyakan mengapa saaat ada jadwal pembahasan APBD, Wali Kota berada di luar daerah. Kemudian, ada juga anggota DPRD Siantar yang melakukan perjalanan dinas keluar kota. “Ini sangat kita sayangkan, seharusnya pembahasan APBD diprioritaskan,” katanya.
Usai rapat paripurna yang tertunda, pimpinan DPRD Siantar yang dikonfirmasi mengatakan bahwa Badan Musyawarah (Banmus) tidak lagi rapat menentukan jadwal pembahasan lanjutan. Tetapi, akan langsung dikordinasikan kepada Gubernur atau pemerintah pusat.
“Ya, tidak ada lagi rapat Banmus, kita akan langsung berkoordinasi kepada Gubernur atau pemerintah pusat. Rapat tadi yang terakhir dan kita pada dasarnya ingin melakukan yang terbaik membahas APBD tetapi nyatanya gagal,” ujar Timbul Marganda Lingga.
Sementara, terkait akan adanya sanksi bahwa para anggota DPRD Siantar tidak akan gajian apabila gagal membahas APBD Siantar 2023 sampai batas waktu 30 November 2022, pimpinan DPRD enggan menanggapi. “Nantilah kita koordinasikan kepadap pihak yang berkompeten,” ujar Timbul Marganda Lingga untuk kemudian berlalu besama pimpinan dewan.
Terkait sanksi akan tidak gajian tersebut, ketentuannya ada pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 106 ayat (3). Intinya mengatakan, apabila DPRD dan kepala daerah tidak menyetujui bersama Rancangan Peraturan Daerah (Perda) APBD dalam 1 bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun, dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tentang sanksi administrasi tersebut tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 312 ayat (2). Dijelaskan, DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui Perda tentang APBD tersebut, dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 bulan.
Sementara, Sekwan, Eka Hendra didampingi Bendahara DPRD, Binahar Lumban Gaol dan Bagian Keuangan Sutiani yang dikonfirmasi tentang sanksi administrasi tersebut, mengatakan belum mengetahui secara jelas. Untuk itu, akan dikoordinasikan dengan pemerintah atasan.
Sementara, soal hak-hak keuangan DPRD menurut Bendahara DPRD, Binahar Lumban Gaol terdiri, gaji dan tunjangan dan itu ada diatur pada PP No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Dijelaskan, gaji diantaranya uang representase. Tunjangan, berupa beras, tunjangan anak, tunjangan istri. Tunjangan alat kelengkapan seperti tunjangan Badan Musyawarah, Badan Anggaran, Badan Pembentukan Peraturan Daerah, dan Badan Kehormatan Dewan serta tunjangan komisi dan ada tunjangan transportasi.
Selanjutnya, tunjangan perumahan, tunjangan komunikasi intensif yang diberikan kepada anggota DPRD. Sedangkan pimpinan tidak diberikan karena sudah memiliki rumah dinas yang difasilitasi pemerintah. Kemudian, tunjangan jabatan dan tunjangan paket.
“Sekali lagi kalau soal sanksi kita masih akan berkoordinasi kepada pemerintah atasan untuk mengetahui bagaimana regulasi dan apa saja yang tidak diberikan hak keuangannya,” ujar Binahar mengakhiri. ( In )