SIANTAR, SENTERNEWS
Pilkada Serentak 2024 memilih Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Calon Walikota dan Wakil Walikota, tentu memiliki potensi kecurangan. Untuk mencegahnya, perlu pengawasan partisipatif dari berbagai pihak.
Pernyataan itu disampaikan Cristian Oktavia Hasibuan, nara sumber Sosialisasi Pengawasan Tahapan Pilkada Serentak 2024 yang digelar Bawaslu Sumut. Berlangsung di Sapadia Hotel, Kota Siantar, Jumat (22/11/2024).
“Pada dasarnya, semua calon memiliki dasar yang sama untuk menang. Karenanya, ada beberapa cara melakukan kecurangan,” kata Cristian Oktavia Hasibuan kepada 200-an lebih peserta sosialisasi dari para tokoh lintas agama, disabiitas dan lainnya dengan Edward Bangun sebagai moderator.
Potensi kecurangan yang terjadi pada tahapan Pilkada Serentak 2024, diantaranya, vote buying (beli suara) yang menjanjikan uang dengan besaran bervariasi antara Rp 100 ribu sampai Rp 700 ribu. Menyuap tim adhock seperti KPPS, PPS dan PPK. Memanfaatkan Informasi Teknologi Sistim Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).
Kemudian, kongkalikong mencoblos surat suara cadangan, penggelembungan suara, surat suara sudah dicoblos, surat suara tertukar, hilang, rusak dan memanfaatkan pemilih disabilitas yang tidak terdata.
“Khusus pembelian suara, kalau tetap diterima, tetap pilih calon sesuai hati nurani. Tapi, lebih baik tidak diterima. Karena, Pilkada bukan sekedar mencoblos, melainkan turut mengawasi dan memberi pemahaman kepada masyarakat lainnya,” kata Cristina.
Sebelumnya, Komisioner Bawaslu Sumatera Utara, Suhadi Sukendar Situmorang mengatakan, sosialisasi yang dilakukan untuk memperkuat kelompok atau komunitas masyarakat melakukan pengawasan partisipatif tahapan Pilkada Serentak 2024.
Pengawasan Partisipatif yang sudah dillakukan Bawaslu Sumut, memiliki program pemberdayaan alumni sekolah kader pengawasan partisipatif yang direkrut sebanyak 2000 orang di 33 kabupaten dan kota se Sumutyang tidak tidak menuntut anggaran dari Bawaslu saat melaksanakan pengawasan partisipatif
“Kemudian, mendirikan Kampung Partisipastif sebagai wadah masyarakat melakukan pengawasan pelanggaran. Sedangkan Pengawasan Partisipatif untuk membantu Bawaslu yang memiliki keterbatasan menjangkau potensi pelanggaran sampai ke pelosok kabupaten,” ujarnya.
Sementara, Faisal Mahrawa sebagai nara sumber lainnya mengatakan, Pilkada bukan untuk peserta pelaksana Pemilu dan Peserta Pemilu. Tetapi untuk masyarakat sebagai niat melakukan perbaikan daerah dengan memilih pemimpin yang dapat memajukan daerah lima tahun ke depan.
“Pada Pilkada, kita berhadapan dengan saudara kita sendiri. Maka jangan terjadi perpecahan dan lakukan dengan riang gembira,” katanya sembari mengatakan, Kota Siantar terdiri dari beragam suku dan agama tetapi memiliki ciri toleransi yang tinggi dan itu harus tetap dijaga.
“Kalau kita memilih pemimpin yang mampu melakukan perubahan yang lebih baik, berarti kita beruntung. Maka, jadilah pemilih cerdas, memilih dengan sadar dalam melakukan partisipasi politik,” kata Faisal.
Usai tanya jawab antara peserta sosialisasi dengan nara sumber yang berlangsung komunikatif, Batara Tampubolon sebagai Kabag Pengawasan Bawaslu Sumut menyampaikan hasil penyelenggaraan sosialisasi yang pada dasarnya merupakan himbauan.
Bawaslu berharap sosialisasi dapat mencegah pelanggaran dari diri sendiri dan disampaikan kepada masyarakat terdekat. ”Pertama, kita yang melawan pelanggaran itu, baru kita sampaikan kepada masyarakat atau komunitas masing-masing,” kata Batara Tampubolon.
Kemudian, hasil sosialisasi juga diharap dapat disebarkan melalui talenta masing-masing. Misalnya, menyebarkannya melalui media sosial. Karena, saat ini masyarakat rata-rata sudah memiliki media sosial. (In)