SIMALUNGUN, SENTERNEWS
Sebelum sidang pembacaan putusan terhadap terdakwa Sorbatua Siallagan (65), puluhan warga Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan yang mengenakan ulos, sudah berkumpul di halaman Pengadilan Negeri Simalungun, Rabu (14/8/2024) sekira jam 10.00 Wib.
Saat persidangan mulai digelar sekitar jam 13.30 Wib, Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan langsung memadati ruangan persidangan. Dipimpin Majelis Hakim ketua Dessy D E Ginting SH MHum dan hakim anggota Anggreana E Roria Sormin SH MH serta Agung Cory Fondrara Dodo Laia SH MH.
Ketika majelis Hakim yang membacakan lembaran putusan secara bergantian dan memvonis terdakwa Sorbatua Siallagan 2 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dengan subsider 6 bulan penjara, isak tangis dari keluarga terdakwa terdengar meledak karena Majelis Hakim tidak berpihak kepada rakyat. Tetapi berpihak kepada PT TPL.
Terdakwa Sorbatua Siallagan dinyatakan bersalah sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut terdakwa 4 tahun penjara karena melanggar Pasal 36 angka 19 jo Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 36 angka 17 jo Pasal 50 ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Kemudian, juga didakwa menduduki kawasan hutan tanpa izin melanggar Pasal 36 angka 19 jo Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 36 angka 17 jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Usai persidangan yang mendapat penjagaan ketat dari aparat kepolisian, Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan yang tetap menangis menuding bahwa putusan Majelis Hakim curang. Karena, mereka sudah menduduki kawasan dimaksud sebagai lahan pertanian dan pemukiman sejak ratusan tahun sebelum Indonesia Merdeka tahun 1945.
Namun, kawasan tersebut dijadikan pemerintah sebagai kawasan hutan tahun 1982. Padahal wilayah tersebut dikatakan wilayah adat Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan. Dan tahun 1993 Pemerintah memberikan izin konsesi hutan kepada PT TPL.
Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan yang berkumpul di halaman Pengadilan Negeri Simalungun malaha mempertanyakan, “Dimana keadilan?”. Kemudian, Penasehat Hukum, Boy Raja Marpaung memnita kepada masyarakat diminta untuk tetap berjuang mencari keadilan tanpa kekerasan.

“Kita sedih melihat ketidakadilan terhadap putusan itu. Tapi, soal putusan itu, majelis hakim beda pendapat atau disetting opinion,” ujar Boy Raja Marpaung.
Disetting opinion dikatakan bawa Majelis Hakim Dessy D E Ginting dan Anggreana E Roria Sormin menyatakan, terdakwa bersalah. Tapi, hakim Agung Cory Fondrara Dodo Laia menyatakan tidak bersalah.
Sementara, kepada media ini, Boy Raja Marpaung mengatakan, putusan itu akan dipertimbangkan untuk melakukan tindakan selanjutnya. Karena ada peluang mengajukan banding karena putusan disetting opinion.
“Untuk itu, kita akan menunggu musyawarah dari pihak keluarga. Tapi, putusan itu sebenarnya sangat bertentangan. Masalahnya, ada putusan dalam pasal yang sama di Flores, tetapi terdakwa dibebaskan Mahkamah Agung,” ujarnya.
Dikatakan, Mahkamah Agung menyatakan Terdakwa di Flores tidak bersalah karena UU Cipta Kerja yang dipersangkakan sudah dicabut dan tidak memberlakukannya pada kasus dimaksud.
“Ya, kita tunggu hasil musyawarah keluarga untuk menempuh upaya hukum lainnya. Tapi, hasil komunikasi saya dengan terdakwa, beliau mengatakan, satu bulan pun saya dihukum, saya akan melawan,” kata Boy Raja Marpaung mengakhiri. (In)