SIANTAR, SENTER NEWS
Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak dan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (NJOP dan PBB-P2) sampai 1000 persen sesuai Peraturan Wali Kota Siantar (Perwa) No 04 Tahun 2021, Perwa No 05 Tahun 2021 dan Keputusan Wali Kota No 973/432/III/WK-THN 2022, sama dengan memeras rakyat.
Pernyataan itu disampaikan, Sarmedi Purba sebagai Penggugat I kenaikan NJOP tersebut melalui keterangan pers, di kantor Kantor Notaris/PPAT, Dr Henry Sinaga SH SpN MKn, Jalan Merdeka Kata Siantar, Selasa (10/1/2023).
Sementara, pihak yang digugat dan sidangnya akan digelar Pengadilan Negeri Kota Siantar, Kamis (12/1/2023) itu, terdiri dari Wali Kota Siantar sebagai Tergugat I dan dan Kepala Badan Pengelola dan Keuangan Aset Daerah Kota Siantar, Tergugat II.
Sarmedi Purba, didampingi Pardomuan Nauli (Penggugat II), dan Rapi Sihombing (Penggugat III) yang tidak hadir, menyatakan bahwa soal kenaikan NJOP PBB P-2 antara 300 persen sampai 1000 persen itu sudah lama didiskusikannya kepada sejumlah elemen. Bahkan, mengaku sudah menghubungi Wali Kota, dr Susanti Dewayani.
“Kenaikan NJOP sampai 1000 persen ini sangat tidak logis dan tidak pro rakyat, menghalangi investor masuk ke Siantar. Dan, rakyat malah seperti diperas, “ ujar Sarmedi yang mengaku bahwa gugatannya bukan untuk kepentingan pribadi. Tetapi untuk kepentingan rakyat Siantar.
Pardomuan Nauli Simanjuntak menyatakan senada karena mengaku merasa diperas atas kebijakan NJOP dimaksud. “Saya sebagai korban kenaikan NJOP 1000 persen ini. Kenaikan NJOP hanya berdasarkan juridis. Tidak mempertimbangkan dasar sosiologis. Jadi, upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ini sangat membebani masyarakat,” ujarnya.
Dijelaskan juga, secara hirarki undang-undang, Keputusan Wali Kota No 973/432/III/WK-THN 2022 sangat janggal karena membatalkan Perwa No 4 tahun 2021 dan Perwa No 5tahun 2021 yang kedudukannnya lebih tinggi di banding Keputusan Wali Kota.
“Parahnya lagi, Keputusan Wali Kota itu diterbitkan saat dr Susanti Dewayani belum defenitif sebagai Wali Kota,” ujarnya sembari mengatakan soal kenaikan NJOP itu membuatnya kaget karena mengaku tidak mengetahui ada sosialisasi.
Sementara, Dr Henry Sinaga SH SpN MKn yang tidak turut mengajukan gugatan, siap menjadi saksi ahli karena mengetahui benar bagaimana proses kenaikan NJOP 1000 persen tersebut. “Akibat kenaikan NJOP, banyak transaksi jual beli tanah di Kota Siantar jadi gagal,” ujarnya.
Ditegaskan juga, kenaikan NJOP itu berdampak melambungnya pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), PPH Pajak Penghasilan (PPH), Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB), dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mengalami kenaikan antara 300 persen sampai 1000 persen.
Sebelumnya, Daulat Sihombing sebagai pengacara gugatan kenaikan NJOP dan PBB-P2 sebesar 1000 persen itu mengatakan, kenaikan NJOP bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 208.07/2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Pasalnya, penetapan NJOP dan PBB-P2 itu tidak didasarkan pada proses Penilaian bersifat Massa maupun Individual, luas areal objek pajak, hasil konversi NIR dan ZNT, dan tidak ada tim penilai yang memenuhi kualifikasi.
Kemudian, melanggar UU No 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, karena Pasal 40 ayat (5) serta berbagai peraturan lainnnya. Bahkan, kenaikan itu dinilai kebijakan koruptif, manipulatif dan eksploitatif. Karena semata-mata bermotif ekonomi untuk pendapatan sebesar-besarnya BPHTB, PPH, PNBP dan PBB-P2.
“Semakin besar hasil pungutan pajak maka semakin besar pula upah pungut yang diperoleh dan dibagikan kepada para tergugat dan aparaturnya,” ujar Daulat yang juga mengatakan bahwa kenaikan NJOP dengan segala akibat hukumnya, dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum. (In)