SIANTAR, SENTER NEWS
Larangan masuknya pakaian eks luar negeri yang di Siantar disebut rojer, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No 18 tahun 2021 ke Indonesia karena dinilai mematikan industri tekstil dalam negeri, membuat pedagang rojer di Kota Siantar mulai meradang dan resah.
Informasi yang dihimpun, ada sekitar 250 orang pedagang rojer di Kota Siantar. Selain di Pasar Horas dan Pasar Dwikora Kota Siantar juga berjualan di lokasi tertentu termasuk menggunakan kios dan rumah. Bahkan ada yang berjualan ke pekan-pekan di Kabupaten Simalungun.
Akibat adanya larangan, pedagang kesulitan mendapatkan ball rojer untuk dijual lagi secara eceran. Kalau pun ada sangat terbatas dan harganya juga naik. Karena situasi itu juga, harga jual untuk eceran kepada konsumen juga menjadi naik.
“Kalau rojer tidak bisa masuk lagi ke Siantar, gawat kalilah karena banyak kepala keluarga menggantungkan hidup dengan menjual rojer. Artinya, pengangguran akan bertambah,” ujar boru Sinaga salah seorang pedagang rojer di Pasar Horas, Selasa (4/4/2023).
Lebih lanjut dikatakan, usaha menjual pakaian eks luar negeri saat ini memang tidak seperti masa-masa sebelumnya seperti tahun 2000-an ke bawah. Saat ini dikatakan bahwa penjualan pakaian rojer semakin berkurang karena jumlah pedagang rojer juga bertambah banyak.
“Ya, pedagang rojer sudah tidak berjaya lagi seperti dulu, Bahkan, ada yang malah tidak buka dasar. Kalaupun laku, penjualan sudah terbatas,” ujar pedagang rojer boru Simanjuntak di Pasar Dwikora sembari mengatakan bahwa usaha yang digelutinya itu meupakan satu-satunya sumber untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Sementara, sejumlah warga kota Siantar berpendapat, pakaian rojer termasuk sepatu banyak diminati. Selain memiliki kualitas tinggi, harganya juga terjangkau dibanding dengan membeli pakaian baru di toko atau perbelanjaan.
“Kalau di Siantar ini ada istilah “rojer hunter” atau pemburu rojer. Kalau dapat yang bagus dijual lagi dengan harga lebih tinggi atau untuk dipakai juga. Pokoknya, pakaian rojer selalu diburu apalagi bermerek dan berkualitas,” ujar Hamzah, mahasiswa USI Kota Siantar.
Menurutnya, keberadaan pakaian rojer, memiliki nilai plus dan minus. Di satu sisi, dapat menciptakan lapangan kerja dan menjadi sumber pencaharian. Kemudian, masyarakat yang tergolong kurang mampu untuk membeli pakaian baru bisa terbantu untuk membeli rojer.
”Kalaulah Menteri Perdagangan melarang pakaian import masuk ke Indonesia karena akan mematikan industri tekstil dalam negeri, seharusnya pemerintah mendorong industri untuk memproduksi pakaian yang berkualitas dan modis dengan harga terjangkau,” ujar Hamzah mengakhiri.
Terpisah, Kadis Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kota Siantar, Herbert Aruan mengatakan, untuk mengantisipasi munculnya pengangguran karena pakaian rojer sudah dilarang masuk, pihaknya Akan melakukan sosialisasi kepada para pedagang agar beralih kepada usaha lain.
Namun, untuk membina pedagang pakaian bekas agar beralih ke usaha lain, pihak Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan belum memiliki program. Hanya saja, kalau ada anggaran tahun depan, dapat dilakukan pembinaan yang bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja.
“Kita akan menghimbau pedagang pakaian bekas luar negeri itu beralih mengelola usaha lain karena pakaian bekas impor dilarang. Kita juga masih menunggu surat edaran Menteri Perdagangan untuk melakukan sosialisasi,” ujar Herbert Aruan. (In)