SIANTAR,SENTERNEWS
Kinerja Perusahaan Daerah Pasar Hors Jaya (PD PHJ) Kota Siantar semakin dipertanyakan. Pasalnya akibat tidak mampu mengelola Pasar Dwikora atau Pajak Parluasan, pusat perbelanjaan tradisional itu akhirnya jadi begitu semrawut.
Kesemrawutan tampak jelas mulai dari tumpukan sampah di depan pintu masuk dari Jalan Gotongroyong yang membuat pandangan begitu tidak sedap dan menjijikkan karena telah mengundang aroma busuk. Sehingga, pengunjung enggan masuk untuk berbelanja.
Pada bagian dalam, lantai Pasar Dwikora itu malah banyak rusak dan becek. Bahkan, jalan dari gang ke gang penghubung antar kios tampak gelap apalagi banyak kios banyak tutup. Paling parah lagi, atap balairung pedagang ikan basah yang sempat rubuh belum juga diperbaiki. Sehingga, ditemukan genangan air yang juga mengundang bau tak sedap.
Sejumlah pedagang mengatakan, pengunjung atau pembeli ke pusat pasar tradisional itu semakin sepi. Sehingga, penjualan semakin hari semakin berkurang. Dan, banyaknya kios yang tutup karena pemiliknya pindah berjualan ke bagian luar. Terutama pedagang hasil bumi seperti sayur-sayuran, cabe, bawang, tomat dan lainnya.

Akibat banyak pedagang yang pindah ke bagian luar, khususnya di Jalan Patuan Nagari dan Jalan Gotong Royong dan sekitarnya, arus lalulintas menjadi terganggu dan menjadi sumber macetnya arus lalulintas.
“Kalau bertahan jualan di dalam, tak ada pembeli. Bukan aku saja pindah berjualan ke luar, banyak pedagang lain mengambil lapak berjualan di tepi jalan. Apa boleh buat, kios yang kita tinggalkan di bagian dalam harus tetap dibayar dan lapak yang kita gunakan di luar ini juga harus bayar,” kata seorang pedagang sayur mayur di Jalan Patuan Nagari, Selasa (19/3/2024).
Sementara, sejumlah pedagang yang masih tetap bertahan di bagian dalam tak kalah mengeluh. Kondisi tersebut sudah berlangsung beberapa tahun. Dan, pihak PD PHJ seperti tidak mau tau dengan kondisi yang dialami pedagang.
“Kalau semua berlomba berjualan ke luar menjual apa yang dijual di bagian dalam, pembeli pasti tak masuk lagi berbelanja. Inilah yang membuat kita sering menunggak sewa kios,” kata pedagang sayur mayur lainnya.

Sementara, pedagang non hasil bumi mengaku, untuk buka dasar saja baru bisa setelah tengah hari. “Saya malah pernah tidak buka dasar. Jadi gimana lagi?” kata pedagang sepatu dan sandal marga Nasution.
Paling bertahan hanya pedagang pakaian bekas. Di tengah sepinya pembeli, tidak sedikit di antara mereka yang hanya buka pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, hanya hari Sabtu maupun Minggu atau pada hari libur saja. “Kalau kita tidak buka dan hanya di rumah saja sangat tidak enak, Tapi, kalau buka beginilah sepinya,” kata pedagang pakaian bekas.
Soal kesemrawutan Pasar Dwikora Kota Siantar itu dibenarkan anggota DPRD Siantar Metro Hutagaol dari Komisi II yang membidangi masalah pasar. Pihak PD PHJ dikatakan memang tidak mampu melakukan terobosan membuat kondisi pasar jadi tidak semrawut.
“Permasalahan Pasar Dwikora itu sebenarnya sudah kompleks dan kondisinya begitu memprihatinkan. Lantai becek, drainase tidak berfungsi. Itu jelas sangat mempengaruhi orang yang berbelanja. Kalau berbelanja jelas sangat tidak nyaman,” kata Metro Hutagaol.
Untuk menertibkan pedagang yang berjualan ke luar pasar menurut Metro Hutagaol memang bukan kewenangan pihak PD PHJ . Namun, kalau kondisi pasar ditata rapi dan mampu bekerja sama dengan Pemko Siantar, pedagang yang menumpuk ke badan jalan sehingga menimbulkan macet, tentu bisa ditanggulangi.
Dijelaskan, beberapa waktu lalu saat Komisi II melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak PD PHJ, banyak hal yang harus dibenahi. Namun karena ketiadaan dana, akhirnya kemrawutan seperti dibiarkan.
“Sebenarnya tidak ada alasan pihak PHJ soal ketiadaan dana kalau mereka bisa melakukan komunikasi yang baik dengan Walikota. Parahnya lagi, pihak PD PHJ pernah mengajukan anggaran, tapi Rencana Kerja dan Anggaran Perubahan mereka tidak ditandatangtani Walikota,” kata Metro lagi.
Masalah lain yang disoroti anggota DPRD Siantar dari Fraksi Demokrat tersebut, soal belum berfungsinya Pasar Rakyat Balairung Rajawali juga menjadi catatan tersendiri karena sejak serah terima kepada PD PHJ tahun 2020 lalu, juga belum dioperasikan.
“Saya pribadi pernah mengusulkan kepada pihak PD PHJ agar balairung Rajawali itu dialih fungsikan saja menjadi arena parkir. Dari pada kosong melompong, saya pikir itu lebih baik apalagi kondisi parkir di tepi jalan sudah sangat padat dan mengganggu arus lalulintas. Lagi pula bisa menambah penghasilan PD PHJ,” bebernya.
Demikian juga dengan kondisi atap balairung yang roboh belum juga diperbaiki. “Saya pikir rendahnya kinerja pihak PD PHJ membuat pasar parluasan itu jadi seperti sekarang ini,” ujarnya mengakhiri.
Sementara, berbagai pemasalahan yang terjadi di lingkungan Pasar Dwikora, sangat sulit dikonfirmasi kepada Dirut PD PHJ, Bolmen Silalahi yang tidak pernah mengangkat telpon dan menjawab Whats App. Demikian juga Reza selaku Humasy PD PHJ. (In)