PALUTA, SENTER NEWS
Dua agenda pelatihan kepala desa (Kades) se Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) yang digelar di Kota Wisata Parapat, Kabupaten Simalungun, mulai 9 sampai 13 September 2023 terindikasi sebagai ajang “perampokan” uang negara.
Fakta tersebut merupakan temuan dari Forum Studi Analisa Kebijakan Publik yang telah melakukan investigasi. Termasuk mewawancarai sejumlah sumber. Selain dari kepala desa sebagai peserta, juga kepada pihak terkait lainnya.
“Dua kegiatan yang seluruh pesertanya kepala desa se kabupaten Paluta itu memiliki dua tema dan dua lembaga yang berbeda,” ujar Ali Yusuf Siregar, Ketua Forum Studi Analisa Kebijakan Publik, Kamis (14/9/2023).
Pertama dilaksanakan Lembaga Forum Diklat dan Pelatihan Publik dengan tema,“Pelatihan Kerjasama Antar Desa Dan Pihak Ketiga”. Kedua, diselenggarakan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Program Nasional dengan tema “Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Menjadi Nilai Ekonomis Guna Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Desa”
Ironisnya, para peserta yang terdiri dari para kepala desa itu harus membayarkan kontibusi kepada pelaksana kegiatan sebesar Rp 10 juta untuk satu pelatihan. Jadi, karena dua kegiatan menjadi Rp 20 juta per desa.
Terkait dengan adanya “perampokan” uang negara dikatakan karena anggaran yang disetor para kepala desa kepada penyelenggara, diduga kuat berasal dari Anggaran Dana Desa yang bersumber dari negara. Sehingga, terjadi kerugian negara sebagai bukti dugaan tindak pidana.
“Hal yang menjadi temuan kita, para kepala desa atau perwakilan perangkat desa yang tidak hadir tetap diwajibkan membayar kontribusi melalui pengumpulan dana per tiap kecamatan masing-masing,” ujar Ali Yusuf.
Kemudian, dari hasil investigasi Forum Studi Analisa Kebijakan Publik, terkait kamar sebagai penginapan kepala desa terdapat tindakan manipulative. Karena satu kamar diisi dua peserta. Sedangkan biaya perkamar diperkirakan antara Rp 600 ribu sampai Rp 800 ribu.
“Sementara kita mengetahui, ada tawaran fasilitas bonus dari pihak manajemen hotel untuk penggunaan aula hotel sebagai lokasi pelatihan, plus makan siang, makan malam dan coffee break dua kali sehari selama 4 hari,” bebernya.
Selain itu juga para peserta yang hadir diberi panitia souvenir berupa baju batik dan tas ransel yang kalau perkirakan harganya hanya sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu. Sementara, harga itu diperkirakan jauh dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebenarnya.
Sedangkan sasaran kegiatan pelatihan dikatakan tidak jelas dan itu merupakan kegiatan gagal yang diduga tidak akan memberikan manfaat kepada masyarakat dan kemajuan pembangunan di desa. Apalagi, selain adanya keterlembatan dimulainya acara, narasumber tidak hadir.
“Kami juga melihat antusias pihak perangkat desa yang hadir sebagai peserta, cukup minim. Bahkan, para peserta malah banyak berkeliaran sibuk dengan kegiatan pribadi masing-masing. Bahkan, ada memboyong keluarga dari Paluta, ” jelasnya.
Tekait temuan terindiksi berbau pidana tersebut, Forum Studi Analisa Kebijakan Publik telah menyampaikan permintaan klarifikasi kepada pihak lembaga penyelenggara pelatihan. Namun tidak ada balasan. Sehingga Ali mengatakan akan menguji informasi dan data yang mereka miliki kepada aparat penegak hukum.
“Di saat kegiatan masih berlangsung dan kami menilai sudah terdapat banyak indikasi yang di menyalahi aturan. Untuk itu, kami telah melayangkan surat resmi kepada pihak pantia lembaga penyelenggara kegiatan pelatihan untuk klarifikasi,” beber Ali Yusuf.
Nyatanya, sampai saat ini tidak ada tanggapan dan jawaban dari pihak penyelenggara tersebut . Sehingga berdasarkan kesepakatan internal organisasi, permasalahannya memang harus segera disampaikan kepada penegak hukum.
“Data hasil temuan kita segera kita sampaikan kepada aparat penegak hukum untuk diuji dan diproses sesuai peraturan atau perudang-undangan yang berlaku di negara Indonesia,” tegas Ali mengakhiri. (rel/Ab)