MEDAN, SENTER NEWS
Institute Law And Justice (ILAJ) sooroti soal maraknya aksi begal di Kota Medan yang tentunya butuh penindakan yang tegas dari aparat hokum. Sehingga memberi efek jera secara efektif. Sementara, sudah ribuan orang yang menjadai korban.
Pernyataan itu langsung disampaikan Fawer Sihite, Ketua ILAJ sebagai Yayasan yang berdiri tahun 2017. Telah memperoleh badan hukum resmi dari Kementerian Hukum dan Ham, SK MENKUHMAN Nomor AHU-0002696.AH.01.04. Tahun 2019 (Yayasan Lembaga Hukum dan Keadilan), beralamat di Jalan Desa Indah Nomor 64, Kota Siantar.
“Kita selalu mengikuti bagaimana berkembangnya atau semakin merajalelanya begal di Kota Medan, dan sudah ribuan orang yang menjadi korban begal dan hal itu berdampak negatif bagi pertumbuhan Kota Medan, “ ujarnya,Selasa (18/7/2023).
Fawer yang selalu kritis menyuarakan kepentingan masyarakat apalagi bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan penegakan hukum di Indonesia, khususnya di ruang lingkup Sumatera Utara itu mengatakan, karena situasi tersebut, masyarakat atau pendatang juga semakin takut ke Medan. “Jadi harus ada langkah tegas dari pemerintah kota dan pihak kepolisian,” ungkapnya.
Fawer sendiri mengapresiasi sikap dan penyataan tegas Wali kota Medan, Muhammad Bobby Nasution yang menyatakan para pelaku begal ditindak serius, walaupun harus ditembak mati. Hala itu menurutnya wajar dan patut didukung.
“Masalahnya, begal ini sudah terlampau lama tidak ditindak secara tegas. Sehingga semakin bertindak sesuka-sukanya, hampir setiap hari kita melihat dan mendengar korban begal di mana-mana, jadi harus ada langkah efek jera yang diberikan kepada pelaku begal, dan jangan sampai juga begal ini berpikiran Polisi itu lemah tidak mampu memberantas mereka,” tutur mahasiswa doktoral tersebut.
awer menambahkan, mungkin terjadi kontroversi soal adanya yang mengatakan pernyataan Bobby tersebut tidak mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, jika memperhatikan UUD Pasal 28 J ayat 1 mencantumkan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kemudian pada Pasal 28 J ayat 2 dicantumkan, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
“Jadi harus sama-sama menjaga hak asasi orang lain juga, jangan dipandang sepihak dengan pendekatan HAM,” terang Fawer Sihite aktivis nasional sembari mengatakan bahwa secara konstitusi hal itu merujuk pada peraturan yang menjabarkan seputar tugas dan kewenangan kepolisian.
Ditegaskan juga, merujuk UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 16 menjelaskan, hal yang menjadi wewenang kepolisian, yaitu melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dan kewenangan lainnya.
Mengenai penggunaan senjata api, tertuang dalam Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009, tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam penyelenggaraan tugas Polri kemudian turut diatur dalam Kapolri No 8 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan. Secara spesifik.
Merujuk dalam Pasal 47 Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2009 disebutkan, penggunaan senjata api hanya boleh dilakukan untuk melindungi nyawa manusia. “Menurut kami memberantas begal juga bagian dari melindungi nyawa manusia,” tutur Fawer Sihite.
Di dalam Peraturan Kapolri, turut diatur syarat-syarat lebih lanjut bahwa senjata api hanya boleh dipergunakan dalam keadaan saat membela diri dari ancaman luka berat atau kematian dan mencegah terjadinya kejahatan berat.
Kemudian, sebelum menggunakan senjata api, dikatakan agar polisi perlu memberi peringatan dengan ucapan yang jelas kepada sasaran untuk berhenti dan menunggu agar peringatan diindahkan. Namun, dalam beberapa kondisi, peringatan tidak perlu diberikan ketika kejadian yang berlangsung berada dalam jarak dekat sehingga tidak bisa lagi untuk menghindar.
“Senjata api hanya boleh dipergunakan dalam keadaan saat membela diri dari ancaman luka berat atau kematian dan mencegah terjadinya kejahatan berat. Jadi tentu tidak boleh sembarangan juga asal tembak, harus mengikuti SOP yang ada,” pungkas Fawer tokoh pemuda Sumatera Utara tersebut.
Fawer juga menambahkan, jika kita memperhatikan juga yang tertuang di dalam KUHP, Pasal 49 ayat (1) menyebutkan: “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.”
“Jadi, berdasar hal tersebut kami berkesimpulan begal tersebut sudah tidak lagi menghargai HAM orang lain, sehingga mereka pun tidak layak mendapatkan perlindungan HAM,” tutupnya.(rel/In)